Saturday 7 August 2010

komposting

BAB I
PENDAHULUAN
Pupuk organik yang berasal dari kompos dan bahan pengkayaan lainnya kini bisa dibuat dalam bermacam-macam bentuk meliputi bentuk curah kasar, curah halus, tablet, pelet, briket, atau granul. Pemilihan bentuk ini tergantung pada analisa penggunaan dan aplikasi pada tanaman target, biaya produksi, distribusi dan aspek-aspek pemasaran lainnya. Pupuk granul merupakan kombinasi antara pupuk kimia dan pupuk organik atau ada yang menyebutnya pupuk NPK Organik. Bentuk granul- butiran seperti bentuk kacang hijau sampai bentuk kacang kedelai ukuran 2 mm sampai 4 mm. Alasan pemilihan granul:
1. Teknologi granulasi sampah kota dengan menggunakan enzim katalis dan zat aditif terbukti dapat meningkatkan efektivitas kerja pupuk kompos. Hal ini dikatakan oleh peneliti pupuk dan kesuburan tanah, Sigit Agus Himawan, di Jakarta, Rabu (8/11) ''Jika kerja kompos selama ini lambat atau slow release, maka bila kompos diolah lebih lanjut dengan penambahan zat aditif dan enzim tertentu kerjanya lebih cepat atau fast release,'' . Ia mengatakan, kompos merupakan teknologi pengolahan sampah yang terbukti efektif untuk mengurangi volume sampah sekaligus memperbaiki kesuburan tanah. Namun, katanya, sebagian besar petani di Tanah Air malas menggunakan pupuk organik tersebut karena kerjanya lambat atau tidak secepat pupuk anorganik. "Petani umumnya malas menggunakan kompos karena baru kelihatan hasilnya setelah tiga kali musim tanam. Itu pun dengan dosis yang sangat banyak," katanya. (Antara)[1] Proses granulasi kompos memungkinkan adanya penambahan unsur hara organik lain ( misalnya sumber unsur Kalium dari abu janjang sawit), unsur P2O5 ( dari penambangan Phosphates Alam) dan sumber C- Organik ( meningkatkan rasio C/N dari lignit atau batubara muda ) serta zat pengatur tumbuh ( ZPT), bakteri penambat dan mikroba pelarut.
2. Dukungan keberadaan sumber bahan baku murah bagi pengkayaan ( enrichment) unsur hara dari bahan sampah organik, kotoran hewan dan aneka bahan mineral hasil galian tambang meliputi zeolit, phosphates dan dolomit.
3. Granul dibuat untuk memudahkan aplikasi. Di perkebunan besar aplikasi pupuk sering menggunakan aplikator. Bentuk yang baik untuk aplikator adalah bentuk granul. Granul dibuat untuk memudahkan transportasi. Massa granul lebih ringan daripada bentuk curah, sehingga memudahkan dan mengurangi biaya tranportasi. Bentuk granul juga lebih mudah ditaburkan daripada bentuk curah.
4. Bentuk granul, disamping memudahkan dalam aplikasinya di kebun maupun sawah, juga adanya dukungan pemerintah melalui BUMN Pertanian.Sejak TA 2008, APBN telah memberikan subsidi bagi 385.000 ton ( 2008) dan 450.000 ton ( 2009). Dengan subsidi pemerintah melalui BUMN ( PT Pusri, PT Pertani - Persero, PT Sang Hyang Seri dan PT. Petroganik) telah membuka kesempatan bagi Usahawan Keci Menengah -UKM berinvestasi dalam indutri Pupuk Organik Granul.
5. Dukung penyediaan alat mesin dan teknologi bagi penyajian pupuk organik berbentuk granul. Sehingga, pupuk organik menarik minat petani, pekebun, perkebunan dan pengusaha agribisnis - sebagai pengguna. Keberadaan Teknologi alat mesin Biophoskko berupaya menyediakan sistem ( chain supply) yang padu mulai penyediaan kompos - sebagai bahan baku terbesar ( berasal dari sampah organik di perkotaan ) bagi bahan baku organik granul. Rangkaian mesin tersebut adalah peralatan pencacah sampah, komposter - pengolah sampah menjadi kompos, pengayak dan paket mesin bagi pengeringan ( rotary dryer), penghalusan bahan baku ( hammer mill ), penghancur bahan ( crusher), pembentuk granul ( Pan parabola granulator) hingga pengayakan ( rotary screen ).[2]
BAB II
PRETREATMENT COMPOSTING
(PRA PROSES PENGKOMPOSAN)

Ada beberapa langkah yang harus dilakukan sebelum memasuki proses pengkomposan. Langkah-langkah tersebut dilakukan agar proses pengkomposan dapat berjalan maksimal sehingga menghasilkan pupuk kompos yang berkualitas baik.
1. Pemilahan Sampah Organik dan An Organik (Sorting 1)
Sampah yang dikumpulkan di TPA pada umumnya bercampur antara bahan-bahan organik maupun non organik sehingga pemilahan perlu dilakukan secara teliti untuk mendapatkan bahan organik yang dapat dikomposkan seperti dauan-daunan, sisa makanan, sayuran dan buah-buahan. Pada desain instalasi yang kami rancang, kami menggunakan metode pemilahan secara manual dengan conveyor belt.









Gambar dari: http://delafleur.com/blog/?cat=49&paged=2
2. Pemilahan Sampah Organik Compostable dan Un Compostable (Sorting 2)
Proses sorting kedua dilakukan untuk memisah antara material organik yang bisa dikomposkan dan material anorganik yang tidak bisa dikomposkan (uncompostable organic material). Contoh bahan organik yang tidak bisa dikomposkan adalah macam-macam arang yang terbentuk dari kayu dan bahan organik lain. Tipe conveyor belt yang kami gunakan adalah conveyor unit 2 play 7 mtr 3,7 kw cilo cap 3 ton 1 unit.







Gambar dari: http://www.geevor.com/index.php?object=226
3. Pencacahan
Sampah organik yang telah terkumpul dicacah dengan ukuran 3-4 cm. Pencacahan dilakukan untuk mempercepat proses pembusukan karena pencampuran dengan bahan baku yang lain seperti kotoran ternak dan aktivator (contoh orgadec, EM4 dan lain-lain) menjadi rata sehingga mikroorganisme akan bekerja serana efektif dalam proses fermentasi.
Pencacahan sampah organic menggunakan Shredding Machine dengan kapasitas 10.000 liter/jam, 6.000 liter senilai 2 ton.








Gambar dari: www.temesirecycling.org
4. Penyaringan (screening)
Maksud utama pengayakan adalah untuk memperoleh ukuran partikel yang diinginkan sesuai dengan kebutuhan untuk proses pengkomposan. Bahan yang belum memenuhi ukuran ideal untuk pengkomposan dikembalikan lagi ke mesin pencacah, sedangkan bahan yang memenuhi ukuran untuk pengkomposan dikirim ke proses selanjutnya menggunakan conveyor belt. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan ayakan drum berputar. Besarnya lubang ayakan disesuaikan dengan ukuran ideal untuk pengkomposan.









Gambar dari: http://www.gft-germany.de/gft/wertstoffsortieranlage.
5. Penampungan di Temporary Storage
Merupakan gudang yang digunakan untuk menyimpan sementara material yang akan dikomposkan. Penyimpanan ini dilakukan untuk menunggu proses pengkomposan di drum selesai satu tahap. Hal ini dilakukan karena volume material yang bisa dimasukkan ke composter terbatas. Dari Temporary Storage material dikirim ke Drum Composter dengan menggunakan conveyor belt yang dilengkapi detektor berat. Pemasangan alat detektor berat digunakan untuk mengetahui berat material yang akan dikomposkan yang aka digunakan untuk menentukan komposisi bahan tambahan di dalam Composter.











http://sampahpasarbunder.wordpress.com/2008/11/

BAB III
PROSES PENGOMPOSAN
Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen). Proses yang dijelaskan sebelumnya adalah proses aerobik, dimana mikroba menggunakan oksigen dalam proses dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga terjadi tanpa menggunakan oksigen yang disebut proses anaerobik.
Skema Proses Pengomposan Aerobik

Skema proses pengomposan
http://id.wikipedia.org/wiki/Kompos

Faktor-faktor yang memperngaruhi proses pengomposan antara lain:
Rasio C/N Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30: 1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein.
Ukuran Partikel Aktivitas mikroba berada diantara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.
Aerasi Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos.
Porositas Porositas adalah ruang diantara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total.
Kelembaban (Moisture content) Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen. Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40 - 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba.
Temperatur/suhu Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Temperatur yang berkisar antara 30 - 60oC menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat.
pH Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4.
Kandungan Hara Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan bisanya terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengomposan.
Kandungan Bahan Berbahaya Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan.
Lama pengomposan Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposakan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa penambahan aktivator pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun hingga kompos benar-benar matang.
(Isroi. 2008. KOMPOS. Makalah. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor.

Komposter

Gambar komposter tipe Rotary Klin 2000L
http://mastolindo.jeparaportal.com/582067/komposter-biophosko-rotary-klin-rke-1000-l.htm
Tipe komposter yang digunakan yaitu Rotary Klin 2000L berkapasitas 6 m3 atau setara dengan 2 ton sampah organic. Sederhana dan mudah dalam pengaplikasiannya, tinggal siapkan sampah organik sebanyak 6 m³ atau setara dengan berat 2 ton. Sampah harus dibuat ukuran kecil-kecil ( sekitar 10-15 mm) dengan cara dirajang atau menggunakan alat pencacah ( shreeder) menjadi seukuran dengan sampah dapur ( rumah tangga, hotel dan restoran) yakni 15 - 50 mm. Sampah, kemudian dimasukan ke dalam Komposter ( Rotary Klin) melalui pintu kearah reaktor. Di tempat lain, siapkan larutan mikroba sebagai aktivator dekomposisi- Green Phoskko® sebanyak 2 kg ( 1 permil dari bahan sampah sekitar 2 ton bahan baku kompos berupa sampah organik), juga tambahkan molases ( tetes tebu) atau gula pasir sekitar 50 sendok makan dan larutkan dalam air sebanyak 250 liter. Aduk hingga merata dan simpan 2-4 jam agar organic decomposer green phoskko ini terlarut secara merata dan bakteri didalamnya menjadi aktif dari tidur ( dorman) . Setelah diperkirakan terlarut, siramkan larutan Green Phoskko® decomposer - Activator Kompos- keatas tumpukan sampah organik dalam reaktor komposter. Kemudian campurkan penggembur ( bulking agent) Green Phoskko® sebanyak 60 kg ( 3 persen % dari bahan sampah 2 ton) dan hidupkan engine penggerak rotary yang tersedia- selama 15 menit akan mati dengan adanya timer otomatis.
Penggunaan motor rotary dari penggerak engine cukup selama 15 menit/ sekali sebanyak 5 kali per hari. Setelah 1 - 2 hari kemudian akan terjadi reaksi berupa panas, kisaran temperatur 30 sampai 50 derajat celcius.. Hingga hari ke 3 sampai ke 5, terjadi kenaikan suhu dengan tanda-tanda dalam drum panas ( hingga 70 derajat Celcius) serta keluarnya sedikit uap, dan lakukan lagi penggembosan udara dengan cara menghidupkan motor aerator ( exhaust fan) setiap kali dianggap memerlukan asupan oksigen atau suhu diatas 55 derajat celcius. Pada hari ke 5 sampai ke 7 jika diukur suhunya sudah dibawah 30 derajat C atau dianggap sudah dingin dan suhu normal, keluarkan bahan kompos dari dalam komposter.





BAB IV
POST TREATMENT COMPOSTING
1. Persiapan Bahan
Bahan baku utama pupuk organik granul adalah bahan organik, seperti: kompos atau pupuk kandang. Bahan perekat agar pupuk organik dapat dibuat granul. Bahan- bahan yang sering digunakan dalam pembuatan pupuk organik adalah seperti di bawah ini. Komposisi pupuk granul adalah 60% kompos dan 40% filler (terdiri antara lain, zeolit, kalsit, ada juga rock phosphate) [3]
1.1 Bahan organik Kompos
Kompos sering digunakan sebagai bahan baku utama dalam pembuatan pupuk organik. Kompos adalah bahan organik padat yang telah mengalami dekomposisi parsial. Salah satu parameter untuk melihat kematangan kompos adalah rasio C/N yang cukup rendah kurang lebih di bawah 25.
1.2 Perekat
Seperti namanya perekat berfungsi untuk merekatkan pupuk organik agar bisa menjadi granul. Beberapa bahan organik memiliki sifat lengket, jadi tidak perlu perekat dalam proses pembuatan granul. Tetapi umumnya bahan organik tidak bisa merekatkan diri sendiri, sehingga perlu perekat. Tanpa perekat biasanya pupuk organik tidak bisa dibuat granul. Bahan yang digunakan sebagai perekat adalah bahan organik: molasses.

Molases yang biasa digunakan sebagai perekat pupuk organik granul.
Pemilihan perekat yang digunakan tergantung banyak hal, diantaranya adalah pertimbangan biaya dan ketersediaan bahan perekat. Pilih bahan perekat yang paling murah dan banyak tersedia di sekitar Anda. Perekat ditambahkan dalam jumlah sedikit, kurang dari 10%.
1.3 Bahan tambahan
A. Fosfat alam
Fosfat alam merupakan salah satu pupuk fosfat alami karena berasal dari bahan tambang. Fosfat alam mengandung fosfat yang sangat bervariasi.Fosfat alam kaya akan kandungan fosfat. Fosfat alam import umumnya memiliki kandungan P2O5 yang cukup tinggi <25%. Fosfat alam yang bagus mengandung fosfat alam (P2O5) lebih dari 30%. Umumnya kandungan fosfat alam sangat rendah bahkan kurang dari 20%. Menghaluskan fofat alam bisa menggunakan hammer mill atau mesin penepung.[4] B. Dolomit Dolomit adalah salah satu sumber hara Mg yang juga alami. Dolomit mirip dengan fosfat alam dan sering ditemukan di tambang yang berdekatan. Dolomit yang digunakan memiliki kehalusan 80 – 100 mesh.[4] Dolomit kaya akan unsur Mg. Penambahan dolomite digunakan untuk meningkatkan kandungan Mg dalam pupuk organik. C. Kapur Pertanian (Kaptan) Kaptan adalah kapur yang biasa digunakan untuk pertanian. Penambahan kapur biasanya digunakan untuk meningkatkan Ph tanah, khususnya di tanah-tanah yang bereaksi masam. Kaptan dapat digunakan untuk meningkatkan pH pupuk organik, terutama jika bahan-bahannya bereaksi masam. Kaptan lebih sangat mirip dengan dolomit. Kaptan tidak memiliki hara makro. Penggunaan kaptan lebih banyak sebagai bahan pengisi dan untuk meningkatkan pH.[4] Kapur pertanian (kaptan) bahan tambahan untuk pupuk organik granul. D. Zeolit Zeolit tidak mengandung unsur hara yang penting untuk tanaman. Zeolit bukan merupakan sumber hara utama, tetapi zeolit memiliki sifat khusus yang dapat meningkatkan KTK (Kapasitas Tukar Kation) tanah. Peningkatan KTK tanah akan meningkatkan efisiensi penyerapan hara oleh tanaman.[4] 2. Pre Granul Process Bahan organik seperti kompos atau pupuk kandang tidak bisa langsung begitu saja dibuat granul. Bahan-bahan organik ini perlu diolah terlebih dahulu agar bisa dibuat granul. Tujuan mengolah bahan organik adalah memperkecil bahan hingga halus atau menjadi tepung. Persiapan bahan baku organik meliputi: pengeringan, penghalusan, dan pengayakan. 3.1 Dryer (Pengering) Kompos atau pupuk kandang yang baru jadi memiliki kandungan air yang sangat tinggi, kurang lebih 60%, dan sedikit lengket. Kompos yang masih basah tidak bisa dibuat tepung dan tidak bisa dibuat graul. Kompos ini perlu dikeringkan terlebih dahulu hingga kadar air kurang lebih 15%.[2] Dryer atau pengering berfungsi untuk mengeringkan granul yang masih basah. Tipe mesin pengering yang biasa digunakan adalah tipe putar atau rotary dryer. Bagian utama dari mesin ini adalah tabung yang bisa berputar. Di dalam tabung tersebut diberi screw untuk mendorong pupuk organik. Di bagian ujung tabung tersebut diberi burner. Mesin pengering berbahan bakar batubara. Kadar air setelah pengomposan < 15 %.[5] Satu Tungku burner ( bahan bakar sumber batu bara) kapasitas 2 Ton/ jam dan satu pengering ( rotary dryer) Kapasitas : 2 Ton per Jam[6] 3.2. Cyclone Cyclone berfungsi untuk membuat pembuangan gas hasil pengeringan menjadi aman. Alat yang digunakan adalah Cyclone Turbine Ventilator type L - 90 DF Kapasitas Hisap : 169,56 M³ / menit[7] 3.4. Crusher (Penghalus Kompos) Kompos yang telah kering selanjutnya dihaluskan dengan mesin penghalus kompos. Sekali lagi pastikan tidak ada kerikil atau logam yang terbawa masuk ke dalam mesin, karena akan merusak pisau mesin penghalus kompos. Tingkat kehalusan kompos yang diperlukan minimal 80 mesh. Biasanya dipilih 100 mesh. [4] Dengan mesin ini kompos benar-benar halus sekali. Namun demikian, masih ada sedikit yang ukurannya lebih dari 1 mm. Jumlahnya kira-kira 1 – 2 %. Bagian ini sebaiknya dihilangkan dengan cara diayak, karena bisa menjadi inti granul dan granulnya jadi besar-besar.[11 Mesin ini dibuatu khusus untuk menepungkan kompos/bahan organik. Mesin ini adalah tipe pencacah kering, jadi bahan yang dimasukkan harus kering dengan kadar air kurang lebih 15%. Kapasitas mesin adalah 10.000 liter/jam, dengan konversi 6.000 liter senilai 2 ton.[8] Mesin cacah khusus untuk menghaluskan kompos 3.5. Screening (Ayakan) Meskipun hasil pencacahan sudah sangat halus, bahan organik ini tetap perlu diayak. Potongan-potongan bahan organik yang berukuran besar seringkali ikut terbawa keluar. Bahan organik yang berukuran besar ini jika dibiarkan bisa menjadi inti granul, sehingga granulnya menjadi berukuran besar-besar. Pengayakan dilakukan dengan ayakan tertutup dengan ukuran ayakan yang sangat halus (di atas 40 - 60 mesh). Dengan mesin ini kompos benar-benar halus sekali. Namun demikian, masih ada sedikit yang ukurannya lebih dari 1 mm. Jumlahnya kira-kira 1 – 2 %. Bagian ini sebaiknya dihilangkan dengan cara diayak, karena bisa menjadi inti granul dan granulnya jadi besar-besar.[11] Kompos yang tidak lolos saringan dikembalikan lagi ke mesin penepung untuk dihaluskan kembali. Setelah pengeringan kemudian feeder conveyor belt akan membawa ke pengayakan untuk memisahkan pupuk granul organik hingga lolos mesh 60 sampai 100. [2] Ayakan digunakan untuk mengayak/mensortir butiran-butiran granul pupuk organik. Ukuran ayakan disesuaikan dengan kebutuhan. Umumnya granul dibuat dengan ukuran kurang lebih 3 – 5 mm. Dengan menggunakan ayakan ini granul yang berukuran besar dapat dipisahkan. Kapasitas mesin adalah 10.000 liter/jam, 6.000 liter senilai 2 ton.[8] 3. Proses Granulasi 5.1 Formula pupuk organik Secara umum pupuk organik dibuat dengan komposisi utama kompos/pupuk kandang, yaitu sebesar kurang lebih 60%. Selebihnya adalah bahan-bahan lain seperti: kaptan, arang sekam, kapur, dolomit, fosfat alam, atau zeolit. Berikut ini saya contohkan resep pupuk organik granul yang sederhana: Kompos/pupuk kandang 60% , 30% bahan tambahan, dan Zeolit 10% Bahan perekat yang digunakan adalah molases. Semua bahan harus berbentuk tepung kecuali molases. Semua bahan harus berbentuk tepung kecuali molases. Molases diencerkan dengan air dengan komposisi 5% molases + 95% air. Jadi setiap 1 liter molases diencerkan dengan 19 liter air. Campuran perekat diaduk hingga tercampur merata. Semprotkan larutan molases secara perlahan dan sedikit demi sedikit ke permukaan bahan. Usahakan agar molases tidak mengenai plat besi pan, karena akan membuat bahan menempel pada pan. Penyemprotan dilakukan terus sambil bahan diaduk-aduk agar molases tercampur lebih merata. Ketika ukuran granul sudah sebesar 3 – 5 mm, granul-granul ini harus segera dikeluarkan dari pan. Jika tidak, ukuran granul akan semakin membesar dan membesar.[10] Setelah semua bahan siap, langkah berikutnya adalah pembuatan granul. Yang perlu diperhatikan dalam langkah ini adalah penambahan air/perekat. Jumlahnya harus pas, tidak boleh berlebih atau terlalu sedikit. Di sinilah seni-nya membuat granul. Alat yang digunakan untuk granulasi adalah pan granulator. Alat ini berbentuk piringan yang berputar. Prinsip kerjanya sih masih sama dengan cara nampan di atas. Ukuran piringan bisa bermacam-macam. Cara kerjanya sama seperti yang telah disebutkan di atas. [4]. 3.6. Pan granulator Pan granulator adalah alat utama untuk pembuatan granul. Seperti namanya pan granulator berbentuk lingkaran datar dengan tingkat kemiringan tertentu. Dibagian pinggirnya diberi 'bibir' untuk menahan bahan baku agar tidak tumpah. Ukuran pan granulator bermacam-macam tergantung pada kapasitasnya. Pan granulator ukuran besar dengan diameter pan 3 m Jenis granulator yang digunakan adalah Motor Pan Granulator Ø 3000 mm. Biophoskko mesin granulator dengan kapasitas 1 ton / jam. Dua ( 2) unit parabola pembentuk granul ( pan granulator diameter 3 m) kaps 1 ( satu) ton/ jam.[6] 4. Pasca Granulasi 6.1 Pengeringan Granul Granul yang baru keluar dari pan granulator biasanya masih basah. Granul ini perlu dikeringkan hingga kadar air kurang lebih 10-15%. Pengeringan granul bisa dengan cara dijemur di bawah sinar matahari atau dengan menggunaka mesin pengering. Granul yang baru keluar dari pan granulator masih terlalu basah. Granul tersebut perlu dikeringkan hingga kadar airnya kurang dari 15%. Semakin kering semakin baik. Pengeringan granul bisa dilakukan dengan cara sederhana, yaitu dijemur di bawah sinar matahari atau menggunakan mesin pengering. Umumnya pengeringan granul dilakukan dengan mesin pengering, karena relatif lebih cepat dan tidak terlalu banyak mengkonsumsi bahan bakar. 6.2. Pengayakkan Granul Granul yang sudah kering selanjutnya diayak untuk mendapatkan ukuran granul yang seragam. Sama seperti langkah sebelumnya, pengayakan bisa menggunakan ayakan manual atau ayakan putar. Pengayakan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: granul ukuran sedang (3 – 5 mm), granul ukuran besar (>5 mm), dan granul ukuran kecil (< 3 mm). Granul yang dikemas adalah granul yang berukuran sedang ( 3 – 5 mm). Granul yang berukuran kecil dimasukkan kembali ke mesin penghancur untuk dihaluskan dan digunakan kembali sebagai bahan baku. Granul yang berukuran kecil digunakan sebagai inti granul pada saat granulasi menggunakan pan granulator.
3.6. Packaging (Pengemasan)
Granul yang berukuran seragam selanjutnya dimasukkan ke dalam karung atau kantung plastik dan kemudian ditimbang. Ukuran kemasan bermacam-macam tergantung kebutuhan konsumen. Ukuran yang biasa digunakan antara lain 5 kg, 40 kg, atau 50 kg. Kemasan disablon/dicetak dengan merek, nama produsen, komposisi, kandungan hara, cara pemakaian, dosis, masa kadaluwarsa, dan informasi lain yang diperlukan. Dan langkah terakhir, setelah sortir dan pengeringan adalah pengemasan pupuk organik granul. [2]
Peralatan yang digunakan untuk pengemasan antara lain adalah karung/kantong plastik, timbangan, mesin jahit karung atau sealer listrik. Pengemasan dilakukan dengan mesin. Pengemasan dapat menggunakan mesin dengan kapasita 10.000 liter/jam[8]


Pengemasan dengan mesin.



REFERENSI

[1]http://www.arsip.net/id/link.php?lh=UFcFAwAHBAJQ

[2] http://www.blogger.com/feeds/8146262287653074849/posts/default
[3]http://www.mailarchive.com/agromania@yahoogroups.com/msg31084.html
[4]http://aprilia-dewi.blogspot.com/2009/04/pupuk-granul-pupuk-organik-granul-pog.html
[5]http://organicricequeen.com/article/12625/membuat-pupuk-organik-granul.html
[6]http://kencanabandung.indonetwork.web.id/1167030/mesin-granulator-pupuk-organik.htm
[7]http://www.kaskus.us/showthread.php?t=3138119
[8] http://www.smecda.com/Files/infosmecda/misc/gambar_mesin.pdf
[9] http://luki2blog.wordpress.com/2009/03/25/pupuk-organik-granul/
[10]http://downloads.ziddu.com/downloadfiles/8130462/bukupupukorganikgranulisroi.pdf
[11] http://community.um.ac.id/showthread.php?74927-Praktek-Membuat-Pupuk-Organik-Granul

No comments:

Post a Comment