Monday 6 December 2010

tugas mesin

PENDAHULUAN
Sampah terbagi dua jenis, yaitu organik dan anorganik. Pengelolaan sampah anorganiok sering menjadi polemik di tengah-tengah masyarakat kita, terutapa masyarakat yang daerahnya akan dijadikan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah. Sampah plastik merupakan salah satu jenis sampah anorganik, yang sebenarnya bisa dimanfaatkan dengan cara didaur-ulang menjadi barang bermanfaat lainnya.
Pemanfaatan sampah plastic sekarang ini sudah mulai dilakukan, banyak industri atau perorangan yang memanfaatkan sampah plastik ini. Pengolahan sampah plastik sementara ini hanya bisa dilakukan oleh industry menengah ke atas, sementara industri kecil dan perorangan hanya terbatas pada penyediaan sampah plastiknya saja. Bagi perorangan dikenal dengan istilah pemulung, pengepul/agen, dan Bandar sampah plastik. Limbah yang sudah terkumpulkan dijual oleh bandar ke industri pengolahan. Dengan nilai keuntungan ekonomis terbalik, artinya industri mendapatkan nilai terbesar dan yang terkecil pemulung.
Agen dan bandar sebenarnya bias meningkatkan pendapatannya jika dapat mengolah sendiri sampah tersebut, namun terkendala dengan pengadaan mesin pengolah sampah. Mesin Crusher merupakan salah satu jenis mesin pengolah plastik yang mengolah sampah plastic botolan menjadi cacahan/serpihan kecil untuk selanjutnya melalui proses pencucian, pengeringan dan pembuatan pelet plastik. Mesin Crusher yang tersedia di pasaran berkapasitas besar antara 150- 300Kg/jam, kapasitas tersebut terlalu besar untuk agen dan pengumpul. Menurut estimasi ekonomis kapasitas yang cocok untuk mereka berkisar 50Kg/jam.
Kapasitas menjadi penting karena berhubungan dengan biaya pembelian mesin dan operasional sehari-hari. Masalah lainnya yang timbul yaitu sering rusaknya pisau Crusher karena penggunakan bahan yang kurang tepat (memiliki kekerasan yang kurang dari Shear Strength plastik). Sehingga biaya operasional harus membengkak untuk penggantian pisau ini, mahalnya pisau ini dikarenakan adanya biaya proses hardening pada saat pembuatan pisau


METODA RANCANG BANGUN
Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data karakteristik limbah botol plastik dan dan macammacam cara pengolahannya. Serta data karakteristik bahan pemotong dan system pemotongannya. Data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui studi literatur untuk mendapatkan karakteristik bahan logam dan studi dokumentasi untuk mengumpulkan data plastik.
Data yang telah terkumpul akan dianalisa untuk menghasilkan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi karakteristik bahan plastic.
2. Mengidentifikasi karakteristik bahan pisau.
3. Menentukan proses heat treatment.
4. Merancang mesin crusher melalui analisa kekuatasn komponen mesin dan konstruksi
5. Menganalisa ulang hasil uji coba untuk penyempurnaan

Bahan Pisau Crusher (K460 AMUTIT S)
Amutit S merupakan baja paduan , termasuk kelompok Cold work Tool Steel,
yang diproduksi oleh perusahan Bohler Jerman. Komposisi kimia yang terkandung di dalam Amutit S sbb:
 Carbon (C) : 0,85%
 Silicon (Si) : 0,25 %
 Manggan (Mn) : 1,10 %
 Chrom ( Cr) : 0,55 %
 Vanadium (V) : 0,10%
 Wolfram (W) : 0,55%
Standar bahan yang sesuai dengan bahan Amutit S sbb:
• DIN : 1.2510100MnCrW4
• AISI : 01
• BS : BO1
• JIS : SKS 3
Amutit mempunyai sifat mampu mesin yang baik sehinga banyak dipilih sebagai bahan untuk Tools. Setelah melalui proses pengerasan mampu mencapai 65 HRC dengan variasi temperatur temper rendah, sedang dan tinggi. Pemilihan temperatur
tempering disesuaikan dengan kekerasan akhir yang dibutuhkan; makin tinggi temperatur tempering akan menyebabkan semakin turun kekerasan akhir yang dihasilkan. Kekerasan akhir yang dipertimbangkan berdasarkan pemakaian dan kondisi pembebanan. menunjukan proses Heat Treatment AMUTIT.

Proses : Logam (baja) dipanaskan sampai temperatur austenit (warna merah ceri/merah terang),kemudian segera didinginkan kejut pada media pendingin yang sesuai, selanjutnya diteruskan proses temper warna (tempering dengan control panas dari spectrum warna logam yang dipanaslkan). Tabel berikut meperlihatkan hubungan temperatur dengan spectrum warna yang muncul pada saat baja dipanaskan.
Adapun alur proses flame hardening heat treatment adalah:

Spesifikasi mesin Crusher hasil perancangan adalah sebagai berikut:
























Gambar 1. Pisau Crusher

Sedangkan mesin hasil rancangan adalah sebagai berikut:

Ukuran cacahan plastik output mesin crusher ini adalah 4 Mesh atau 10mm. Ukuran ini didapatkan dari pemasangan saringan dengan dia. Diameter 10mm. adapun bentuk dari cacahan tidak seragam berkisar antara diameter 6mm



Gambar 3. Hasil Cacahan

Flame hardening adalah proses pengerasan baja dengan memakai nyala api asitelin dan diikuti paling sederhana tetapi paling sulit dikarenakan kontrol temperature mengandalkan tampilan spectrum warna logam yang dipanaskan, disertai perubahan warna yang ce percobaan diperoleh tingkat keberhasilan mencapai kekerasan minimum 58HRC adalah 70%.
Mesin yang dihasilkan sesuai dengan perancangan mampu menghasilkan lebih dari 50 kg/jam cacahan plastic. Dengan biaya Rp. 10.000.000, Menggunakan motor dengan rpm 1500 rpm. Efesiensi yang terjadi = 77 %.
Output plastik yang dihasilkan dari mesin crusher dengan bentuk yang tidak seragam dengan ukuran 4 Mesh atau

laporan praktikum mesin

LAPORAN PRAKTIKUM
UJI MEKANIS MATERIAL

A. UJI TARIK
1. Tujuan
Mahasiswa mampu menganalisis hasil uji tarik beberapa jenis logam sebagai respon mekanis terhadap deformasi dari luar dan mampu menganalisis karakteristik perpatahan yang dihasilkan.
2. Pengantar
Tujuan dari dilakukannya suatu pengujian mekanis adalah untuk menentukan respon material dari suatu konstruksi, komponen atau rakitan fabrikasi pada saat dikenakan beban atau deformasi dari luar. Dalam hal ini akan ditentukan seberapa jauh perilaku inheren (sifat yang lebih merupakan ketergantungan atas fenomena atomik maupun mikroskopis dan bukan dipengaruhi bentuk atau ukuran benda uji) dari material terhadap pembebanan tersebut. Di antara semua pengujian mekanis tersebut, pengujian tarik merupakan jenis pengujian yang paling banyak dilakukan karena mampu memberika informasi representatif dari perilaku mekanis material.
Gambaran singkat mengenai uji tarik adalah

3. Prinsip Pengujian
Data-data penting yang diharapkan didapat dari pengujian tarik ini adalah: perilaku mekanik material dan karakteristik perpatahan.
a. Perilaku Mekanik Material
Pengujian tarik yang dilakukan pada suatu material padatan (logam dan nonlogam) dapat memberikan keterangan yang relatif lengkap mengenai perilaku material tersebut terhadap pembebanan mekanis. Informasi penting yang bisa didapat adalah: batas proporsionalitas, batas elastic, titik luluh dan kekuatan luluh, keuletan, modulus elastisitas.
b. Karakteristik Perpatahan
Perpatahan ulet memberikan karakteristk berserabut (fibrous) dan gelap (dull) sementara perpatahan getas ditandai dengan permukaan patahan yang berbutir (granular) dan terang. Perpatahan ulet umumnya lebih disukai karena bahan ulet umumnya lebih tangguh dan memberikan peringatan lebih dahulu sebelum terjadinya kerusakan

4. Hasil Pengamatan
Parameter yang diukur Hasil Pengamatan
Baja (Raw) Baja Quenching Baja Tempering
Panjang Spesimen 84 mm 83 mm 75 mm
Panjang Ukur 60 mm 60 mm 60 mm
Jarak Titik Sebelum Diuji 60 mm 60 mm 60 mm
Diameter/Lebar Ukur 8,77 mm 7,04 mm 7,87 mm
Tegangan Luluh 397,48 N/mm2 436,91 N/mm2 250,92 N/mm2
Tegangan Maksimum 584,63 N/mm2 603,96 N/mm2 390,78 N/mm2
Tegangan Patah 503,48 N/mm2 364,94 N/mm2 308,52 N/mm2
Panjang Ukur Setelah Patah 74,44 mm 74,41 mm 74,67 mm
Diameter/Lebar Setelah Patah 5,87 mm 3,75 mm 4,04 mm

5. Kesimpulan






B. UJI KEKERASAN
1. Tujuan
Mahasiswa mampu menguasai beberapa metode pengujian yang umum dilakukan untuk mengetahui nilai kekerasan logam.
2. Pengantar
Makna nilai kekerasan suatu material berbeda untuk kelompok bidang ilmu yang berbeda. Bagi insinyur metalurgi nilai kekerasan adalah ketahanan material terhadap penetrasi sementara untuk para insinyur disain nilai tersebut adalah ukuran dari tegangan alir, untuk insinyur lubrikasi kekerasan berarti ketahanan terhadap mekanisme keausan, untuk para insinyur mineralogi nilai itu adalah ketahanan terhadap goresan, dan untuk para mekanik work-shop lebih bermakna kepada ketahanan material terhadap pemotongan dari alat potong. Begitu banyak konsep kekerasan material yang dipahami oleh kelompok ilmu, walaupun demikian konsep-konsep tersebut dapat dihubungkan pada satu mekanisme yaitu tegangan alir plastis dari material yang diuji.
3. Prinsip Pengujian
Dari uraian singkat di atas maka kekerasan suatu material dapat didefinisikan sebagai ketahanan material tersebut terhadap gaya penekanan dari material lain yang lebih keras. Penekanan tersebut dapat berupa mekanisme penggoresan (scratching), pantulan ataupun indentasi dari material keras terhadap suatu permukaan benda uji. Berdasarkan mechanism penekanan tersebut, dikenal 3 metode uji kekerasan:
a. Metode Gores
Metode ini tidak banyak lagi digunakan dalam dunia metalurgi dan material lanjut, tetapi masih sering dipakai dalam dunia mineralogi. Metode ini dikenalkan oleh Friedrich Mohs yang membagi kekerasan material di dunia ini berdasarkan skala (yang kemudian dikenal sebagai skala Mohs). Skala ini bervariasi dari nilai 1 untuk kekerasan yang paling rendah, sebagaimana dimiliki oleh material talk, hingga skala 10 sebagai nilai kekerasan tertinggi, sebagaimana dimiliki oleh intan



b. Metode Elastis / Pantul
kekerasan suatu material ditentukan oleh alat Scleroscope yang mengukur tinggi pantulan suatu pemukul (hammer) dengan berat tertentu yang dijatuhkan dari suatu ketinggian terhadap permukaan benda uji. Tinggi pantulan (rebound) yang dihasilkan mewakili kekerasan benda uji. Semakin tinggi pantulan tersebut, yang ditunjukkan oleh dial pada alat pengukur, maka kekerasan benda uji dinilai semakin tinggi.
c. Metode Indentasi
• Metode Brinnel
Pengujian kekerasan dilakukan dengan memakai bola baja yang diperkeras (hardened steel ball) dengan beban dan waktu indentasi tertentu sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 2.1. Hasil penekanan adalah jejak berbentu lingkaran bulat, yang harus dihitung diameternya di bawah mikroskop khusus pengukur jejak. Contoh pengukuran hasil penjejakan diberikan oleh Gambar 2.2

Gambar 2.1 Skematis prinsip indentasi dengan metode Brinell

Gambar 2.2 Hasil indentasi Brinellberupa jejak berbentuk lingkaran dengan
ukuran diameter dalam skala mm.
• Metode Vickers
Pada metode ini digunakan indentor intan berbentuk piramida dengan sudut 1360, seperti diperlihatkan oleh Gambar 2.3. Prinsip pengujian adalah sama dengan metode Brinell, walaupun jejak yang dihasilkan berbentuk bujur sangkar berdiagonal. Panjang diagonaldiukur dengan skala pada mikroskop pengujur jejak

Gambar 2.3 Skematis prinsip indentasi dengan metode Vickers
4. Hasil Pengamatan
















C. UJI IMPACK
1. Tujuan
Mahasiswa diharapkan mampu menganalisis hasil uji impak beberapa jenis logam sebagaisebagai fungsi temperatur dan karakteristik perpatahan yang dihasilkan.
2. Pengantar
Pengujian impak merupakan suatu pengujian yang mengukur ketahanan bahan terhadap beban kejut. Inilah yang membedakan pengujian impak dengan pengujian tarik dan kekerasan dimana pembebanan dilakukan secara perlahan-lahan. Pengujian impak merupakan suatu upaya untuk mensimulasikan kondisi operasi material yang sering ditemui dalam perlengkapan transportasi atau konstruksi dimana beban tidak selamanya terjadi secara perlahan-lahan melainkan datang secara tiba-tiba, contoh deformasi pada bumper mobil pada saat terjadinya tumbukan kecelakaan.
3. Prinsip Pengujian
Dasar pengujian impak ini adalah penyerapan energi potensial dari pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk benda uji sehingga benda uji mengalami deformasi. Gambar 3.1 di bawah ini memberikan ilustrasi suatu pengujian impak dengan metode Charpy:

Gambar 3.1 Ilustrasi skematis pengujian impak dengan benda uji Charpy
Pada pengujian impak ini banyaknya energi yang diserap oleh bahan untuk terjadinya perpatahan merupakan ukuran ketahanan impak atau ketangguhan bahan tersebut. Pada Gambar 3.1 di ata dapat dilihat bahwa setelah benda uji patah akibat deformasi, bandul pendulum melanjutkan ayunannya hingga posisi h’. Bila bahan tersebut tangguh yaitu makin mampu menyerap energi lebih besar maka makin rendah posisi h’. Suatu material dikatakan tangguh bila memiliki kemampuan menyerap beban kejut yang besar tanpa terjadinya retak atau terdeformasi dengan mudah.
Pada pengujian impak, energi yang diserap oleh benda uji biasanya dinyatakan dalam satuan Joule dan dibaca langsung pada skala (dial) penunjuk yang telah dikalibrasi yang terdapat pada mesin penguji. Harga impak (HI) suatu bahan yang diuji dengan metode Charpy diberikan oleh :

dimana E adalah energi yang diserap dalam satuan Joule dan A luas penampang di bawah takik dalam satuan mm2 Secara umum benda uji impak dikelompokkan ke dalam dua golongan sampel standar yaitu : batang uji Charpy sebagaimana telah ditunjukkan pada Gambar 1, banyak digunakan di Amerika Serikat dan batang uji Izod yang lazim digunakan di Inggris dan Eropa. Benda uji Charpy memiliki luas penampang lintang bujur sangkar (10 x 10 mm) dan memiliki takik (notch) berbentuk V dengan sudut 45o, dengan jari-jari dasar 0,25 mm dan kedalaman 2 mm. Benda uji diletakkan pada tumpuan dalam posisi mendatar dan bagian yang bertakik diberi beban impak dari ayunan bandul, sebagaimana telah ditunjukkan oleh Gambar 3.1. Benda uji Izod mempunyai penampang lintang bujur sangkar atau lingkaran dengan takik V di dekat ujung yang dijepit. Perbedaan cara pembebanan antara metode Charpy dan Izod ditunjukkan oleh Gambar 3.2 di bawah ini:

Gambar 3.2. Ilustrasi skematik pembebanan impak pada benda uji Charpy dan Izod



Serangkaian uji Charpy pada satu material umumnya dilakukan pada berbagai temperatur
sebagai upaya untuk mengetahui temperatur transisi (akan diterangkan pada paragraph- paragraph selanjutnya). Sementara uji impak dengan metode Izod umumnya dilakukan hanya pada temperatur ruang dan ditujukan untuk material-material yang didisain untuk berfungsi sebagai cantilever. Takik (notch) dalam benda uji standar ditujukan sebagai suatu konsentrasi tegangan sehingga perpatahan diharapkan akan terjadi di bagian tersebut. Selain berbentuk V dengan sudut 450, takik dapat pula dibuat dengan bentuk lubang kunci (key hole), lihat Gambar 3.5 di bagian akhir bab ini. Pengukuran lain yang biasa dilakukan dalam pengujian impak Charpy adalah penelaahan permukaan perpatahan untuk menentukan jenis perpatahan (fracografi) yang terjadi.
4. Hasil Pengamatan
Sket benda yang utuh


Sket benda yang utuh Sket benda yang utuh
Sket penampang patah


Bahan : Raw Sket penampang patah


Bahan : Analy Sket penampang patah


Bahan : Analy
Sudut α tanpa benda
1560 Sudut α tanpa benda
1560 Sudut α tanpa benda
1560
Sudut β dengan benda
40 Sudut β dengan benda
60 Sudut β dengan benda
8,50
Harga keuletan
149,6 Harga keuletan
149,3 Harga keuletan
149,05

Anneling ialah suatu proses laku panas (heat treatment) yang sering dilakukan terhadap logam atau paduan dalam proses pembuatan suatu produk. Tahapan dari proses Anneling ini dimulai dengan memanaskan logam (paduan) sampai temperature tertentu, menahan pada temperature tertentu tadi selama beberapa waktu tertentu agar tercapai perubahan yang diinginkan lalu mendinginkan logam atau paduan tadi dengan laju pendinginan yang cukup lambat. Jenis Anneling itu beraneka ragam, tergantung pada jenis atau kondisi benda kerja, temperature pemanasan, lamanya waktu penahanan, laju pendinginan (cooling rate), dll. Sehingga kita akan mengenal
5. Kesimpulan