Wednesday 2 February 2011

BaB I Prposal Tesis Natrium alginatku

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Industri batik di Indonesia khususnya Kota Surakarta maupun Kabupaten Sukoharjo kebanyakan merupakan industri rumah tangga dengan rata-rata produksinya 400 m/hari/ perajin dan air limbah rata-rata sekitar 100 m3 /hari yang langsung dibuang ke sungai Premulung dan Bengawan Solo. Pada proses industri batik cetak dari persiapan kain putih, pengkanjian dan penghilangan kanji, pewarnaan (deying), pencetakan (printing), pencelupan, pengeringan, pencucian sampai penyempurnaan menghasilkan pencemar limbah cair dengan parameter BOD, COD dan bahan lain dari zat pewarna yang dipakai mengandung seperti zat organik, dan logam berat.(Muljadi, 2005)
Menurut Muljadi (2005), karakteristik limbah batik cetak adalah meliputi karakteristik fisika yaitu warna, bau, zat padat tersuspensi , temperatur, sedangkan karakteristik kimia yaitu bahan organik, anorganik, fenol, sulfur, pH, logam berat senyawa racun (nitrit), maupun gas. Limbah cair industri batik cetak tersebut diatas adalah karakteristik berwarna keruh, berbusa, pH tinggi, konsentrasi BOD tinggi, kandungan lemak alkali dan zat warna dimana didalamnya terdapat kandungan logam berat. Senyawa logam berat yang bersifat toksis yang terdapat pada buangan industri batik cetak, diduga krom(Cr), Timbal (Pb), Nikel (Ni), tembaga (Cu), dan mangan (Mn).
Logam berat adalah unsur logam dengan berat jenis lebih besar dari 5 gram/cm3 dan bersifat toksik (Sutamihardja dkk, 1982). Dikatakan toksik karena sulit terdegradasi sehingga dalam perairan dapat terakumulasi dalam organisme seperti ikan, karang dan lain-lain. Logam berat ini banyak dihasilkan dari limbah industri seperti industri pelapisan logam dan industri tekstil.
Limbah yang mengandung logam berat perlu mendapat perhatian khusus, mengingat dalam konsentrasi tertentu dapat memberikan efek toksik (racun) yang berbahaya bagi kehidupan manusia dan ekosistem di sekitarnya. Banyak metode yang telah dikembangkan untuk menurukan kadar logam berat dari badan perairan, misalnya dengan teknik presipitasi, evaporasi, elektrokimia dan pemakaian resin (Lailun, 2007). Metode tersebut dianggap kurang efektif karena membutuhkan biaya yang cukup tinggi dalam pengoperasiannya.
Eceng gondok, tanaman asal Brasil yang didatangkan Kebun Raya Bogor pada tahun 1894, dahulu merupakan tanaman hias yang digandrungi karena bunganya yang berwarna ungu sangat menarik sebagai penghias kolam seperti Teratai. Eceng Gondok yang pada mulanya hanya dikenal sebagai tanaman gulma air, karena pertumbuhannya yang begitu cepat sehingga menutupi permukaan air, dan menimbulkan dampak pada menurunnya produksi di sektor perikanan juga menimbulkan permasalahan lingkungan lainnya, seperti cepatnya penguapan perairan. Namun, disamping sebagai tanaman yang merugikan, ternyata eceng gondok juga mempunyai beberapa manfaat, antara lain sebagai bahan baku kerajinan tangan yang akhir-akhir ini sedang marak pembuatan tas, dompet, aksesoris dari eceng gondok kering, sebagai pupuk dan makanan unggas, sebagai bahan baku kertas, dan sebagai adsorben logam berat pada beberapa limbah industri.
Penelitian tentang adsorpsi ion logam berat oleh biomassa eceng gondok telah banyak dilakukan. Dari hasil kajian tersebut, eceng gondok terbukti cukup efesien dalam menurunkan kadar ion logam berat yang terdapat dalam air tecemar (Baroroh, 2008). Metode yang digunakan juga bervariasi, baik yang langsung menggunakan tanaman eceng gondok hidup, maupun menggunakan eceng gondok dalam bentuk serbuk. Jika diaplikasikan di dalam pengolahan limbah, khususnya limbah cair, maka keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan. Penggunaan eceng gondok hidup memerlukan areal yang cukup luas untuk pembuatan kolam penampungan limbah sebagai media berkembangnya tanaman. Sementara, serbuk eceng gondok digunakan untuk pengolahan limbah sebagai adsorben di dalam kolom adsorpsi. Kendala yang dihadapi adalah serbuk eceng gondok akan sulit untuk dikeluarkan dalam kolom, dan memerlukan bantuan pompa pendorong untuk mengalirkan air limbah karena packing kolom yang sangat rapat. Dengan kolom yang sekarang tersedia, sewaktu dilakukan variasi ukuran serbuk dengan ukuran yang sangat halus, kolom tidak sanggup lagi dilewati cairan, karena packingnya tertutup oleh serbuk-serbuk halus arang aktif (Subiarto, 2000). Berdasarkan hal tersebut, maka serbuk eceng gondok memerlukan penanganan lebih lanjut untuk bisa dijadikan sebagai media adsorben agar mudah digunakan.
Untuk itu, dalam penelitian ini digunakan metode pembuatan kapsul eceng gondok. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pengeluaran eceng gondok dari dalam kolom. Enkapsulasi merupakan teknik pembuatan kapsul terhadap suatu bahan aktif untuk keperluan tertentu. Enzim, sel makhluk hidup, hormon, obat-obatan, adsorben dan material bioaktif dapat dienkapsulasi. Enkapsulasi dilakukan dengan berbagai tujuan. Misalnya, dalam bidang farmasi untuk membungkus vitamin yang dapat rusak karena kontak dengan oksigen, untuk menghambat penguapan zat yang bersifat mudah menguap, atau untuk mengurangi rasa dan bau dari suatu zat.

1.2 Perumusan Masalah
Dalam penelitian ini, masalah yang dirumuskan adalah sebagai berikut :
1) Berapa kondisi optimum adsorpsi eceng gondok terenkapsulasi natrium alginat terhadap ion logam Cu2+ dengan variasi pH dan konsentrasi awal Cu2+ dengan menggunakan metode batch?
2) Seberapa besar kapasitas adsorpsi eceng gondok terenkapsulasi terhadap ion logam Cu terenkapsulasi natrium alginat terhadap ion logam Cu2+ dan dan menghitung konstanta isotherm Langmuir dan Freundlich pada limbah industri batik cetak surakarta.
3) Bagaimana hubungan variasi laju alir dan waktu kontak terhadap kemampuan jerap ion Cu2+ oleh Serbuk Eceng Gondok (SEG) terenkapsulasi natrium alginat dengan menggunakan metode kolom adsorpsi pada limbah cair industri batik cetak di Surakarta.




1.3 Tujuan Penelitian
1) Mengetahui kondisi optimum adsorpsi oleh eceng gondok terenkapsulasi natrium alginat terhadap ion logam Cu2+ dengan variasi pH dan konsentrasi awal Cu2+ dengan menggunakan metode batch.
2) Mengetahui seberapa besar kapasitas adsorpsi dari eceng gondok terenkapsulasi natrium alginat terhadap ion logam Cu2+ dan menghitung tetapan isotherm Langmuir dan Freundlich pada limbah industri batik cetak surakarta.
3) Mengetahui hubungan variasi laju alir dan waktu kontak terhadap kemampuan jerap ion logam Cu2+ oleh kapsul SEG terenkapsulasi natrium alginat dengan menggunakan metode kolom adsorpsi pada limbah cair industri batik cetak di Surakarta.

1.4 Batasan Masalah
Dalam penelitian ini, hanya dibatasi pada :
1) Penelitian bersifat eksperimental laboratorium.
2) Logam berat yang dijerap adalah ion logam Cu2+.
3) Pengujian terhadap serbuk eceng gondok (SEG) terenkapsulasi natrium alginat dilakukan terhadap ion logam Cu2+ melalui metode batch dan metode kontinyu menggunakan kolom adsorpsi.
4) Limbah yang digunakan adalah limbah cair industri batik cetak di Surakarta

1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, diantaranya :
1) Memanfaatkan tanaman eceng gondok untuk pengolahan limbah tekstil
2) Memberikan inovasi pengolahan limbah tekstil dengan eceng gondok yang dienkapsulasi.
3) Memberikan ide dan bahan masukan dan perbaikan bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian sejenis tetapi dengan teknik lain.

1.6 Keaslian Penelitian
Penelitian tentang adsorpsi logam berat Cu menggunakan eceng gondok telah banyak dilakukan sebelumnya, akan tetapi penelitian mengenai pembuatan kapsul serbuk eceng gondok dengan natrium alginat sebagai penjerap ion logam Cu2+ penggunaannya dengan metode batch dan kolom adsorpsi menggunakan variasi laju alir,pH dan konsentrasi belum ada. Adapun penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini antara lain :
1. Setiaka, Widiastuti (2010). Adsorpsi Ion Logam Cu(II) Dalam Larutan Pada Abu Dasar Batubara Menggunakan Metode Kolom. Kolom yang digunakan memiliki diameter 1 cm, tinggi 13,5 cm dan tinggi adsorben 4 cm. laju alir pada system kolom divariasikan pada 1,5 mL/menit, 3 mL/menit dan 4 mL/menit, digunakan model Thomas untuk menentukan kapasitas adsorpsinya. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa semakin tinggi laju alirnya, maka kapasitas adsorpsi ion logam Cu(II) pada abu dasar semakin meningkat. Masing-masing memiliki kapasitas adsorpsi 79,792 mg/g ; 89,507 mg/g ; 96,752 mg/g.
2. Murniyarti, Dkk (2008) melakukan penelitian tentang Studi proses adsorpsi-desorpsi ion logam Pb(II), Cu(II) dan Cd(II) terhadap pengaruh waktu dan konsentrasi pada biomassa Nannochloropsis sp. Yang terenkapsulasi aqua-gel silika dengan metode kontinyu. Nannochloropsis sp. ini sangat rentan terhadap degradasi oleh mikroorganisme sehingga diterapkan teknik enkapsulasi untuk mengatasinya serta proses adsorpsi dilakukan dengan menggunakan kolom adsorpsi yang dikendalikan secara elektronik (metode kontinyu) agar proses berjalan lebih cepat.
3. Yunita (2009) melakukan penelitian tentang Aktivasi Bagasse Fly Ash (BFA) untuk Adsorpsi Cu (II) secara Batch dan Kontinyu: Eksperimen dan Pemodelan. Pada penelitian kali ini dilakukan dua metode adsorpsi Cu (II) oleh BFA yaitu batch dan kontinyu Percobaan secara batch bertujuan untuk mencari kesetimbangan adsorpsi pada berbagai pH untuk BFA non aktivasi dan BFA teraktivasi. Sedangkan penelitian secara kontinyu bertujuan mencari hubungan kurva breakthrough dengan variasi bulk density untuk BFA non aktivasi dan BFA teraktivasi. Kurva breakthrough diperoleh dari percobaan adsorpsi secara kontinyu menggunakan kolom yang berisi BFA sebagai adsorben. Ketinggian bed yang digunakan adalah 19,5 cm dengan diameter kolom 3,5 cm.

tentang kapsul eceng gondok

Kelebihan alginate
Selain aplikasi alginat dalam industri di atas, salah satu aplikasi alginat yang dimanfaatkan dalam sering dimanfaatkan adalah teknik imobilisasi dengan alginat dalam fermentasi gula oleh yeast.[5] Kelebihan teknik imobilisasi adalah penggunaan kembali biokatalis, produktivitas yang tinggi, dan pengurangan kontaminasi.[5] Dari penelitian yang telah dilakukan, alginat merupakan matriks imobilisasi yang paling baik karena efisien, mudah digunakan, dapat dimodifikasi, dan tidak bersifat toksik. (Goksungur Y, Zorlu N. 2001. Production of ethanol from beet molasses by ca-alginate immobilized yeast cell in a packed-bed bioreactor. Turk J Biol 25:265-275)
Pengaruh pH
Alasan kenapa dilakukan optimasi pH larutan tembaga adalah karena pH dapat mempengaruhi gugus-gugus fungsional dari dinding biomassa yang berperan aktif dalam proses penyerapan logam berat. Selain itu berpengaruh juga pada kelarutan dari ion logam dalam larutan, sehingga pH merupakan parameter yang penting dalam biosorpsi ion logam dalam larutan (Fourest, 1992 dalam Volesky, 1990). Kondisi pH lingkungan sangat berpengaruh pada ionisasi gugus-gugus fungsi asam amino penyusun protein yang akan menyediakan tempat untuk berikatan dengan logam berat (Wirahadikusumah, 2001).
Pemilihan pH ini didasarkan pada penelitian–penelitian sebelumnya, yaitu mengenai penyerapan logam berat oleh biomassa hidup maupun kering tidak dilakukan pada kondisi pH larutan dibawah 3 karena pada pH ini kemungkinan terjadi kompetisi antara Cu2+ dengan proton (ion hidronium) sehingga terjadi tolakan yang menghalangi kation logam berdekatan ke sisi biosorben (Fourest, 1992 dalam Jatmiko, 2005).

Mengapa dibuat kapsul??
Dengan metoda kolom ini, sebenarnya dapat juga diteliti waktu penggantian arang aktif karena sudah jenuh menyerap Sr-90. Barangkali dalam penelitian berikutnya, hal ini bisa dilakukan dengan kolom yang lebih bagus. Dengan kolom yang sekarang tersedia, sewaktu dilakukan variasi ukuran serbuk dengan ukuran yang sangat halus, kolom tidak sanggup lagi dilewati cairan, karena packingnya tertutup oleh serbuk-serbuk halus arang aktif. Hal ini akan dicoba diatasi dengan menambahkan glass-wool diatas packing, atau kalau belum bisa terpaksa dengan mengganti kolom dengan kolom buatan Fischer sesuai katalog.