Saturday 7 August 2010

Enviro Engineer: sludge biomass incenerator

Enviro Engineer: sludge biomass incenerator: "SLUDGE BIOMASS INCINERATOR I. Introduction Biomass has always been used as a localized energy source. Its seasonal availability, low calof..."

enkapsulasi eceng gondok

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Penelitian tentang adsorpsi ion logam berat oleh biomassa eceng gondok telah banyak dilakukan. Dari hasil kajian tersebut, eceng gondok terbukti cukup efesien dalam menurunkan kadar ion logam berat yang terdapat dalam air tecemar1. Metode yang digunakan juga bervariasi, baik yang langsung menggunakan tanaman eceng gondok hidup, maupun menggunakan eceng gondok dalam bentuk serbuk. Jika diaplikasikan di dalam pengolahan limbah, khususnya limbah cair, maka keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan. Penggunaan eceng gondok hidup memerlukan areal yang cukup luas untuk pembuatan kolam penampungan limbah sebagai media berkembangnya tanaman. Sementara, serbuk eceng gondok digunakan untuk pengolahan limbah sebagai adsorben di dalam kolom adsorpsi. Kendala yang dihadapi adalah serbuk eceng gondok akan sulit untuk dikeluarkan dalam kolom, dan memerlukan bantuan pompa pendorong untuk mengalirkan air limbah karena packing kolom yang sangat rapat. Berdasarkan hal tersebut, maka serbuk eceng gondok memerlukan penanganan lebih lanjut untuk bisa dijadikan sebagai media adsorben agar mudah digunakan.

Enkapsulasi merupakan teknik pembuatan kapsul terhadap suatu bahan aktif untuk keperluan tertentu. Enzim, sel makhluk hidup, hormon, obat-obatan, adsorben dan material bioaktif dapat dienkapsulasi. Enkapsulasi dilakukan dengan berbagai tujuan. Misalnya, dalam bidang farmasi untuk membungkus vitamin yang dapat rusak karena kontak dengan oksigen, untuk menghambat penguapan zat yang bersifat mudah menguap, atau untuk mengurangi rasa dan bau dari suatu zat.

I.2 Perumusan Masalah
Dalam penelitian ini, masalah yang dirumuskan adalah kajian terhadap karakteristik retensi dari serbuk eceng gondok terenkapsulasi terhadap ion logam Cu2+. Meliputi pengaruh terhadap pH, pengaruh waktu kontak, pengaruh konsentrasi awal ion logam Cu2+ dan penentuan kapasitas adsorpsi



I.3 Batasan Masalah
Dalam penelitian ini, hanya dibatasi pada :
1. Logam berat yang disisihkan adalah Tembaga(II)
2. Pengujian terhadap serbuk eceng gondok terenkapsulasi dilakukan terhadap ion logam Cu2+ melalui sistem batch.
3. Variasi yang diberikan adalah pH, konsentrasi awal Cu2+ dan waktu kontak

I.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari pH, waktu kontak, konsentrasi awal ion logam Cu2+ terhadap bioadsorpsi melalui enkapsulasi enceng gondok


I.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah dapat menambah khasanah pengetahuan mengenai pengolahan air, khususnya air limbah dengan menggunakan biomassa dari serbuk eceng gondok terenkapsulasi














BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
II. 1 Logam tembaga dan keberadaannya
Tembaga adalah salah satu unsur kimia dengan simbol Cu dan memiliki nomor atom 29. Tembaga merupakan logam yang berwarna merah muda, bersifat lunak, dapat ditempa, liat dan melebur pada suhu 10380C. 2
Pemanfaatan tembaga dapat menghasilkan limbah. Limbah tembaga dihasilkan dari aktivitas manusia terutama dari hasil pertambangan, industri pelapisan logam dan industri tekstil. Jika air limbah yang tidak memenuhi standar baku mutu dibuang ke sistem perairan, maka akan membahayakan kesehatan manusia serta biota disekitarnya. Salah satu upaya untuk menurunkan kadar air limbah tembaga adalah dengan metoda bioadsorpsi. Bioadsorpsi logam oleh material biologi telah berhasil dilakukan menggunakan mikroalga, rumput laut, bakteri, jamur dan residu hasil pertanian.3 Dalam penelitian ini, biomassa yang dimanfaatkan untuk proses bioadsorpsi adalah serbuk eceng gondok yang dienkapsulasi menggunakan suatu polimer dari alam yaitu alginat.

II.2 Tahapan enkapsulasi
Enkapsulasi didefinisikan sebagai suatu proses untuk membungkus material tertentu dengan suatu lapisan atau dinding luar. Metode enkapsulasi menghasilkan kapsul dengan berbagai jenis ukuran. Jika kapsul yang dihasilkan berukuran mikron, maka teknik tersebut disebut mikroenkapsulasi dan kapsul yang dihasilkan disebut mikrokapsul. Secara umum, bagian kapsul terdiri dari inti (core) dan kulit (shell).4 Bagian inti mengandung bagian “aktif”, sementara kulit melindungi inti secara permanen atau sementara, tergantung pada komposisi dan jenis bahan yang digunakan.
Menurut Poncelet, pada dasarnya proses enkapsulasi terbagi menjadi tiga tahap, yaitu :
1. Tahap penggabungan bagian “aktif” yang akan menjadi inti dalam kapsul. Jika inti kapsul berbentuk cairan, bagian “aktif” dapat terlarut, terdispersi atau teremulsi dalam cairan tersebut. Jika inti berbentuk padat, bagian “aktif” dapat bergabung melalui absorpsi pada saat terbentuk inti atau setelah terbentuk inti.
2. Tahap penyebaran inti.
3. Tahap stabilisasi kapsul; bagian inti distabilkan oleh suatu permukaan luar (membran) melalui proses solidifikasi, polimerisasi, pengendapan, pengeringan atau proses enkapsulasi yang lainnya. 5

II.3 Natrium alginat dan Kalsium alginat
Natrium alginat (Na-alg) diperoleh dari asam alginat. Asam alginat merupakan komponen utama ganggang laut. Contoh ganggang laut dengan komposisi alginat yang cukup melimpah adalah jenis ganggang coklat (brown algae). Melalui proses ekstraksi dengan asam, alginat dapat dengan mudah diperoleh. Kalsium alginat (Ca-alg) memiliki rumus kimia (C6H7Ca1/2O6)n, diperoleh dari reaksi substitusi ion Na+ oleh ion Ca2+. Berdasarkan literatur, struktur Ca-alg disebut sebagai egg-box model. 6,7

II. 5 Tanaman eceng Gondok
Eceng gondok merupakan tanaman yang hidup mengapung di air dan terkadang berakar dalam tanah. Memiliki tinggi sekitar 0,4 - 0,8 meter. Daunnya tunggal dan berbentuk oval. Ujung dan pangkalnya meruncing, pangkal tangkai daun menggelembung. Permukaan daunnya licin dan berwarna hijau. Adapun klasifikasi tanaman eceng gondok sebagai berikut: 8
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Suku : Pontederiaceae
Marga : Eichhornia
Jenis : Eichhornia crassipes Solms
Serat eceng gondok sebagian besar tersusun dari selulosa. Selulosa merupakan senyawa organik yang terdapat pada dinding sel bersama dengan lignin berperan untuk mengokohkan struktur tumbuhan. Struktur selulosa terdiri atas rantai panjang dari unit-unit glukosa yang terikat dengan ikatan 1,4-β-glukosida
Ditinjau dari strukturnya, selulosa memiliki potensi yang cukup besar untuk dijadikan sebagai media menjerap karena kaya akan gugus –OH yang dapat berinteraksi dengan komponen adsorbat.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.1 Alat
Peralatan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Spectrofometer Serapan Atom (AAS) tipe Avaya, neraca analitik, magnetic stirrer, shaker, pompa peristaltik tipe ismatex, FTIR tipe simadzu, pH meter, dan alat-alat gelas yang umum digunakan di laboratorium.

III.2 Bahan
Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adelah serbuk natrium alginat berukuran 200 mesh sebanyak 50 g, 50 g Kalsium klorida p.a dihidrat (CaCl2. 2H2O) dari Merck, tanaman eceng gondok yang diambil dari kolam di daerah Rawa Pening, 1 mL larutan asam klorida pekat p.a dari Merck, 1 g natrium hidroksida p.a dari Merck, kertas saring biasa dan aquadest.

III. 3 Metodologi
III.4 Variabel Penelitian
Variable bebas : pH, waktu kontak, konsentrasi awal Cu2+,
Variable terikat : ukuran saringan, air limbah industry logam, logam Cu2+

III.5 Cara Analisis Data
III.5.1 Penyiapan serbuk eceng gondok (SEG)
Batang eceng gondok dikeringkan, kemudian dihaluskan menggunakan blender. Selanjutnya, disaring menggunakan saringan berukuran 200 mesh untuk ukuran homogen.

III.5.2 Penentuan komposisi Na-alg dan Kalsium klorida pembentuk kapsul
Dari beberapa metode enkapsulasi yang paling umum dan paling mudah dilakukan adalah metode enkapsulasi dengan menggunakan larutan natrium alginat dan larutan kalsium klorida. Proses enkapsulasi tersebut dilakukan dengan cara mengalirkan laruntan natrium klorida dengan bantuan pompa ke dalam larutan kalsium klorida. Untuk memperoleh bentuk kapsul yang sperik, maka dilakukan proses enkapsulasi dari beberapa komposisi natrium alginat dan kalsium klorida

III.5.3 Penentuan komposisi Na-alg dan SEG
Komposisi yang menghasilkan bentuk sperik diperoleh pada perbandingan Na-alg : CaCl2 = 3% : 3 %. Selanjutnya dibuat perbandingan komposisi antara SEG dan Na-alg. Perbandingan yang digunakan untuk pembuatan serbuk eceng gondok terenkapsulasi yaitu 2:1 dan 3:2.

III.5.4 Pengujian bioadsorpsi kapsul SEG terhadap ion Cu2+
Kapsul yang berhasil dibuat adalah kapsul dengan perbandingan 2:1 dan 3:2. Selanjutnya tiap jenis kapsul ditimbang sebanyak 5 g lalu dikontakkan dengan sistem batch pada 20 mL larutan tembaga(II) konsentrasi 5 ppm selama 24 jam. Campuran dipisahkan dengan penyaringan kemudian kadar Cu2+ yang tersisa diukur menggunakan SSA.

III.3.5 Pengaruh pH terhadap bioadsorpsi kapsul SEG terhadap ion Cu2+
Kapsul SEG 2:1 menghasilkan daya serap yang lebih baik. Untuk mengetahui pengaruh pH terhadap kemampuan adsorpsinya, dibuat larutan yang mengandung ion Cu2+ konsentrasi 5 ppm pada pH bervariasi, yaitu pH 4, 5, 6, 7, 8, lalu dikontakkan dengan 20 mL larutan dengan sistem batch selama 24 jam. Campuran dipisahkan dengan penyaringan kemudian kadar Cu2+ yang tersisa diukur menggunakan SSA.

III.5.6 Penentuan waktu kontak
Ke dalam masing-masing 8 buah labu Erlenmeyer yang telah diberi label waktu, dimasukkan 5 gram kapsul serbuk eceng gondok. Kemudian, kapsul dikontakkan dengan sistem batch pada larutan Cu2+ 5 ppm pH 6 sebanyak 20 mL. Setiap waktu (t) 15, 30, 45, 60, 240, 360, 480, dan 600 menit kapsul dipisahkan dengan cara penyaringan, dan kadar Cu2+ yang tersisa diukur menggunakan SSA.

III.5.7 Pengaruh konsentrasi awal Cu2+ terhadap bioadsorpsi kapsul SEG dan pengukuran kadar kalsium dalam larutan
Ke dalam 12 buah labu Erlenmeyer masing-masing dimasukkan 5 gram kapsul serbuk eceng gondok. Kemudian, dikontakkan dengan larutan Cu2+ pH 6 sebanyak 20 mL dengan rentang konsentrasi 1-75 ppm, di shaker selama 24 jam dengan kecepatan 100 rpm. Campuran dipisahkan dengan penyaringan, dan kadar Cu2+ dan Ca2+ diukur menggunakan SSA.

III.5.8 Retensi ion logam Cu2+ dalam kolom dengan metoda sirkulasi
1 gram kapsul serbuk eceng gondok ditimbang, kemudian dimasukkan ke dalam gelas kimia yang telah diisi dengan aquadest. Campuran di biarkan selama 10 menit. Kemudian kapsul sedikit demi sedikit dimasukkan ke dalam kolom. Ke dalam kolom dialirkan larutan Cu2+ 10 ppm pH 6 dengan sistem sirkulasi

III.5.9 Regenerasi kapsul SEG
Kapsul dalam kolom dicuci menggunakan aquadest, kemudian kapsul direndam dengan asam klorida 0,1 M sebanyak 10 mL selama 30 menit. Kolom dialirkan dan eluen ditampung dalam botol lalu diukur kadar Cu2+ nya menggunakan instrumen SSA untuk mengetahui kadar Cu2+ yang tersisa dalam efluen.



DAFTAR PUSTAKA
1 Himmatul Barroroh, M. Chalid Al Ayubi, Diana C.D. (2008): Adsorpsi Biomassa Eceng Gondok, Jurusan Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri (UIN) Malang.
2 Svehla, G. (1990): Vogel Buku Teks Analisis Anorganik Makro dan Semimikro, edisi ke lima, PT. Kalman Media Pustaka, Jakarta.
3 Lawrence Wilson, MD. (2008): Copper Toxicity Sindrome, The Center For Development.
4 Maria Mar Areco, Maria dos Santos Afonso, dan Erika Valdman., (2007). Zinc Biosorption by Seaweed Illustrated by the Zincon Colorimetric Method and the Langmuir Isotherm, Journal of Chemical Education, Vol. 84, No. 2February 2007.
5 Ghosh,S.K. (2006): Functional Coatings and Microencapsulation: A General Perspective, WILEY-VCH Verlag GmbH & Co,.

6 Huguet, M. L et.al. dalam Cao et al, (2005): Biomacromolecules, Vol. 6, No. 4.

7 Liangbin Li, Yapeng Fang, Rob Vreeker, dan Ingrid AppelqvistEduardo Mendes., (2007): Reexamining the Egg-Box Model in Calcium−Alginate Gels, with X-ray Diffraction, ACS Publications, Biomacromolecules, , 8 (2), 464-468.

8 Bangun Satya Wacana.(2000):Eceng Gondok, tumbuhan pengganggu yang bermanfaat, E-Smart School, Gramacom.

pemanfaatan limbah pakan sapi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Produksi Bersih (Cleaner Production) merupakan suatu strategi untuk menghindari timbulnya pencemaran industri melalui pengurangan timbulan limbah (waste generation) pada setiap tahap dari proses produksi untuk meminimalkan atau mengeliminasi limbah sebelum segala jenis potensi pencemaran terbentuk. Istilah-istilah seperti Pencegaha Pencemaran (Pollution Prevention), Pengurangan pada sumber (Source Reduction), dan Minimasi Limbah (Waste Minimization) sering disertakan dengan istilah Produksi Bersih (Cleaner Production).
Cleaner Production berfokus pada usaha pencegahan terbentuknya limbah. Dimana limbah merupakan salah satu indikator inefisiensi, karena itu usaha pencegahan tersebut harus dilakukan mulai dari awal (Waste avoidance), pengurangan terbentuknya limbah (waste reduction) dan pemanfaatan limbah yang terbentuk melalui daur ulang (recycle). Keberhasilan upaya ini akan menghasilkan penghematan (saving) yang luar biasa karena penurunan biaya produksi yang signifikan sehingga pendekatan ini menjadi sumber pendapatan (revenue generator) (Direktorat Jenderal IKM, 2007).

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka dapat dirumuskan masalah yang akan diteliti yaitu bagaimana memanfaatkan limbah padat hasil industri penyamakan kulit yang selama ini belum dimanfaatkan dan cenderung mencemari lingkungan untuk dijadikan sebagai bahan baku pakan.

1.3 Batasan Masalah
1. Bahan penelitian adalah limbah potongan kulit sapi yang sudah tidak dimanfaatkan berupa potongan-potongan kulit sapi yang cacat (tergores/bekas luka), potongan kulit sapi yang masih mengandung lemak, dan potongan kulit sapi yang tidak mememnuhi standar untuk diolah/disamak.
2. Peralatan yang digunakan berupa alat steam dan alat penggiling.
3. Produk yang dihasilkan berupa tepung kulit sapi sebagai bahan baku pakan.
4. Variabel yang dikaji adalah kelayakan nilai gizi yang terkandung dalam kulit sapi apakah memenuhi syarat sebagai bahan baku pakan alternatif.
1.4

Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran berbagai pustaka dan pencarian di internet menunjukkan bahwa sudah banyak penelitian tentang pemanfaatan kulit sapi sebagai bahan kerupuk atau sebagai bahan baku chitosan namun pemanfaatan kulit sapi sebagai bahan baku pakan belum ada satupun yang melakukan penelitian.
1.4 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui kelayakan kandungan gizi dalam kulit sapi sebagai bahan baku pakan alternatif.
2. Membuat mesin pembuat tepung kulit sapi.
3. Memanfaatkan bahan-bahan yang terkandung dalam kulit sapi apabila memungkinkan dapat diolah menjadi bahan baku bagi produk-produk dalam industri kosmetik ataupun farmasi. Gelatin digunakan sebagai bahan baku pembuatan kapsul, pelapis vitamin, dan tablet, bahkan bahan baku makanan seperti permen, krim, karamel, selai, yoghurt, susu olahan, dan sosis. (Republika On Line, 14 Mei 2009)

1.5 Manfaat Penelitian
1. Memanfaatkan limbah kulit sapi pada industri penyamakan kulit untuk dijadikan bahan baku pakan alternatif.
2. Mengurangi pencemaran lingkungan akibat limbah kulit sapi yang selama ini tidak mengalami pengolahan dan langsung dibuang begitu saja.
3. Membuka lapangan kerja di bidang penyediaan bahan baku pakan alternatif.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

II.1 Tinjauan Pustaka
Kebutuhan akan pakan ternak yang cenderung meningkat tanpa diimbangi penyediaan bahan baku pakan yang memadai membuat industri pembuatan pakan mengalami kesulitan dalam proses produksi. Industri pakan unggas di Asia Tenggara masih bergantung pada 60 – 70% bahan baku pakan impor, yang harus diperhatikan kadar air, aflatoxin, salmonella (tepung ikan), dan aktivitas urease pada bungkil kedele (Raghavan, 1997). Kontinyuitas ketersediaan bahan baku sebaiknya dapat dijaga sepanjang tahun. Keragaman bahan baku yang digunakan akan menyebabkan mutu pakan yang selalu berubah. Oleh karena itu, perlu dilakukan inventarisasi ketersediaan bahan baku sepanjang setahun, sesuai klas bahan pakan, kandungan racun, kandungan zat anti nutrisi, dan bentuk fisik (Joelal Ahmadi, 2007).
II.2 Landasan Teori
A. Kulit Sapi
B. Pakan (feed)
Pakan adalah campuran dari beberapa bahan baku pakan, baik yang sudah lengkap maupun yang masih akan dilengkapi, yang disusun secara khusus dan mengandung zat gizi yang mencukupi kebutuhan ternak untuk dapat dipergunakan sesuai dengan jenis ternaknya (SNI 01-3910-2006).
C. Bahan Baku Pakan (feed ingredients)
Bahan-bahan hasil pertanian, perikanan, peternakan dan hasil industri yang mengandung zat gizi dan layak dipergunakan sebagai pakan baik yang telah maupun yang belum diolah (SNI 01-3910-2006).
D. Kandungan Kulit Sapi

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan Bahan yang dipakai pada penelitian ini adalah:
1. Kompor listrik
Kompor listrik digunakan untuk memanaskan/mengukus (steam) bahan penelitian.
2. Termometer
Termometer digunakan untuk mengukur suhu selama proses pengukusan.
3. Panci Steamer
Panci Steamer merupakan produk penelitian ini.
4. Neraca
Neraca digunakan untuk mengukur massa kulit sapi yang akan dijadikan tepung.
5. Software Ms. Excell
Program ini digunakan untuk melakukan olah data dan analisis hasil pengujian
6. Limbah Kulit Sapi
Limbah kulit sapi yang digunakan sebagai bahan penelitian adalah limbah segar yang baru saja diambil dari tempat pengolahan kulit sapi.
7. Air
Air digunakan untuk mengukus kulit sapi
8. Mesin Giling
Digunakan untuk menggiling kulit sapi kering menjadi tepung
9. Ayakan atau saringan
Digunakan untuk menyaring tepung hasil penggilingan agar ukuran butir menjadi seragam.

III.2 Tata Laksana Penelitian
Tata laksana penelitian dapat disajikan pada skema Gambar 3.1 di bawah ini:

Tahap Kegiatan Bulan
Okt ‘10 Nov ‘10 Des ‘10 Jan ‘11
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Seminar Proposal
Fabrikasi Prototype alat steamer
Uji eksperimen
Melakukan pengolahan data dari hasil uji eksperimen
Penulisan hasil sementara & Seminar kemajuan
Melakukan analisis teoritis
Penulisan hasil & Seminar Hasil
Penyelesaian laporan akhir &
Seminar pendadaran

DAFTAR PUSTAKA

Zaenab, Industri Penyamakan Kulit dan Dampaknya terhadap Lingkungan. http://keslingmks.wordpress.com/2008/08/18/industri-penyamakan-kulit-dan-dampaknya-terhadap-lingkungan/
mindgreen . Penyamakan Kulit.http://mindgreen.multiply.com/journal/item/12/Penyamakan_Kulit
Pengolahan Limbah Penyamakan Kulit. http://www.suarapembaruan.com/News/2004/01/11/Iptek/ipt2.htm
Limbah industry kulit garut cemari lingkungan sejak 1920. http://leatherindonesia-blognews.blogspot.com/2009/08/limbah-industri-kulit-garut-cemari.html
LIMBAH DIBUANG KE CIMANUK, http://www.ahmadheryawan.com/profil/47-lingkungan-hidup/4659-limbah-dibuang-ke-cimanuk.pdf
Rencana Kelola Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)Industri Penyamakan ulit. http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&ct=res&cd=33&ved=0CAoQFjACOB4&url=http%3A%2F%2Fimages.ouwchit.multiply.multiplycontent.com%2Fattachment%2F0%2FShkraQoKCGQAAE5FsBQ1%2FRencana%2520Kelola%2520Lingkungan.rtf%3Fnmid%3D246412019&rct=j&q=limbah+industri+penyamakan+kulit&ei=jF6sS6KuDo-gkQW9i_2WDQ&usg=AFQjCNF9SU0YDIvJmMUkJz81WMSv0hlpeg
http://digilib-ampl.net/detail/list.php?row=3&tp=pustaka&ktg=petunjuk&kd_link=&tp=pustaka&kd_link=&ktg=petunjuk

PROYEK PEMBUATAN PRODUK DARI KERTAS DAUR ULANG
Tahapan dalam proyek pembuatan kertas daur ulang:
A.     Mendesain produk yang akan dibuat dari kertas daur ulang, antara lain:
·      Kotak kado
·      Tempat pensil
·      Bingkai foto
·      Undangan, amplop, kartu ucapan
·      Kotak pensil

B.    Mengidentifikasi alat dan bahan yang diperlukan
Alat yang diperlukan :
·      Screen dengan bingkai
·      Papan kayu
·      Ember
·      Blender
·      Kain katun
·      Meja
·      Batako / batu
·      Setrika
·      Baskom

Bahan yang diperlukan :
·      Kertas bekas
·      Larutan kanji
·      Pewarna : kunyit, daun jati, daun pandan, pacar cina, gambir

C.    Pengadaan alat
D.    Pengadaan bahan
E.    Robek kecil kertas bekas
F.     Perendaman kertas dalam air selama 1 hari dengan air yang telah diberi pewarna
G.    Penghancuran adonan dengan blender sehingga menjadi bubur
H.    Menuangkan adonan ke dalam baskom yang telah berisi air dan diaduk
I.      Menyaring bubur dengan screen sablon (jangan terlalu tebal)
J.     Membuat media pengeringan yaitu meletakkan spon diatas meja, lalu diletakkan kain yang sudah dibasahi diatasnya.
K.    Meletakkan adonan yang telah disaring ke media pengeringan lalu melakukan kembali langkah 8, 9 dan 11 sampai 5 lapis kain.
L.     Mengepress cetakan dengan batako
M.   Mengeringkan cetakan dengan diangin – anginkan selama 1 jam
N.    Mengangkat helaian kain dari cetakan
O.    Mengeringkan dengan menggunakan sinar matahari
P.     Mengelupaskan kertas daur ulang yang telah kering dari kain
Q.    Membuat kotak kado dengan kertas daur ulang sesuai desain
R.    Membuat tempat pensil dengan kertas daur ulang sesuai desain
S.     Membuat bingkai foto dengan kertas daur ulang sesuai desain
T.     Membuat undangan, amplop, kartu ucapan dengan kertas daur ulang sesuai desain
U.    Membuat kotak pensil dengan kertas daur ulang sesuai desain

Event dari Aktifitas Pembuatan Produk dari Kertas Daur Ulang
1.     Hasil Rancangan
2.     Daftar alat dan bahan
3.     Alat
4.     Bahan
5.     Robekan kertas
6.     Adonan kertas
7.     Bubur kertas I
8.     Bubur kertas II
9.     Bubur tercetak
10.  Meja tempat cetakan
11.  Cetakan
12.  Cetakan yang telah dipress
13.  Cetakan ½ kering I
14.  Cetakan ½ kering II
15.  Cetakan Kering
16.  Kertas daur ulang
17.  Kotak kado
18.  Tempat pensil
19.  Bingkai foto
20.  Undanga, amplop, kartu ucapan
21.  Kotak pensil

Tugas Manajemen Operasi by wikanti nur amaliyah, fithri nur purnamastuti, muhammad ariyasakti, cakrawati djahrie, joko santoso

komposting

BAB I
PENDAHULUAN
Pupuk organik yang berasal dari kompos dan bahan pengkayaan lainnya kini bisa dibuat dalam bermacam-macam bentuk meliputi bentuk curah kasar, curah halus, tablet, pelet, briket, atau granul. Pemilihan bentuk ini tergantung pada analisa penggunaan dan aplikasi pada tanaman target, biaya produksi, distribusi dan aspek-aspek pemasaran lainnya. Pupuk granul merupakan kombinasi antara pupuk kimia dan pupuk organik atau ada yang menyebutnya pupuk NPK Organik. Bentuk granul- butiran seperti bentuk kacang hijau sampai bentuk kacang kedelai ukuran 2 mm sampai 4 mm. Alasan pemilihan granul:
1. Teknologi granulasi sampah kota dengan menggunakan enzim katalis dan zat aditif terbukti dapat meningkatkan efektivitas kerja pupuk kompos. Hal ini dikatakan oleh peneliti pupuk dan kesuburan tanah, Sigit Agus Himawan, di Jakarta, Rabu (8/11) ''Jika kerja kompos selama ini lambat atau slow release, maka bila kompos diolah lebih lanjut dengan penambahan zat aditif dan enzim tertentu kerjanya lebih cepat atau fast release,'' . Ia mengatakan, kompos merupakan teknologi pengolahan sampah yang terbukti efektif untuk mengurangi volume sampah sekaligus memperbaiki kesuburan tanah. Namun, katanya, sebagian besar petani di Tanah Air malas menggunakan pupuk organik tersebut karena kerjanya lambat atau tidak secepat pupuk anorganik. "Petani umumnya malas menggunakan kompos karena baru kelihatan hasilnya setelah tiga kali musim tanam. Itu pun dengan dosis yang sangat banyak," katanya. (Antara)[1] Proses granulasi kompos memungkinkan adanya penambahan unsur hara organik lain ( misalnya sumber unsur Kalium dari abu janjang sawit), unsur P2O5 ( dari penambangan Phosphates Alam) dan sumber C- Organik ( meningkatkan rasio C/N dari lignit atau batubara muda ) serta zat pengatur tumbuh ( ZPT), bakteri penambat dan mikroba pelarut.
2. Dukungan keberadaan sumber bahan baku murah bagi pengkayaan ( enrichment) unsur hara dari bahan sampah organik, kotoran hewan dan aneka bahan mineral hasil galian tambang meliputi zeolit, phosphates dan dolomit.
3. Granul dibuat untuk memudahkan aplikasi. Di perkebunan besar aplikasi pupuk sering menggunakan aplikator. Bentuk yang baik untuk aplikator adalah bentuk granul. Granul dibuat untuk memudahkan transportasi. Massa granul lebih ringan daripada bentuk curah, sehingga memudahkan dan mengurangi biaya tranportasi. Bentuk granul juga lebih mudah ditaburkan daripada bentuk curah.
4. Bentuk granul, disamping memudahkan dalam aplikasinya di kebun maupun sawah, juga adanya dukungan pemerintah melalui BUMN Pertanian.Sejak TA 2008, APBN telah memberikan subsidi bagi 385.000 ton ( 2008) dan 450.000 ton ( 2009). Dengan subsidi pemerintah melalui BUMN ( PT Pusri, PT Pertani - Persero, PT Sang Hyang Seri dan PT. Petroganik) telah membuka kesempatan bagi Usahawan Keci Menengah -UKM berinvestasi dalam indutri Pupuk Organik Granul.
5. Dukung penyediaan alat mesin dan teknologi bagi penyajian pupuk organik berbentuk granul. Sehingga, pupuk organik menarik minat petani, pekebun, perkebunan dan pengusaha agribisnis - sebagai pengguna. Keberadaan Teknologi alat mesin Biophoskko berupaya menyediakan sistem ( chain supply) yang padu mulai penyediaan kompos - sebagai bahan baku terbesar ( berasal dari sampah organik di perkotaan ) bagi bahan baku organik granul. Rangkaian mesin tersebut adalah peralatan pencacah sampah, komposter - pengolah sampah menjadi kompos, pengayak dan paket mesin bagi pengeringan ( rotary dryer), penghalusan bahan baku ( hammer mill ), penghancur bahan ( crusher), pembentuk granul ( Pan parabola granulator) hingga pengayakan ( rotary screen ).[2]
BAB II
PRETREATMENT COMPOSTING
(PRA PROSES PENGKOMPOSAN)

Ada beberapa langkah yang harus dilakukan sebelum memasuki proses pengkomposan. Langkah-langkah tersebut dilakukan agar proses pengkomposan dapat berjalan maksimal sehingga menghasilkan pupuk kompos yang berkualitas baik.
1. Pemilahan Sampah Organik dan An Organik (Sorting 1)
Sampah yang dikumpulkan di TPA pada umumnya bercampur antara bahan-bahan organik maupun non organik sehingga pemilahan perlu dilakukan secara teliti untuk mendapatkan bahan organik yang dapat dikomposkan seperti dauan-daunan, sisa makanan, sayuran dan buah-buahan. Pada desain instalasi yang kami rancang, kami menggunakan metode pemilahan secara manual dengan conveyor belt.









Gambar dari: http://delafleur.com/blog/?cat=49&paged=2
2. Pemilahan Sampah Organik Compostable dan Un Compostable (Sorting 2)
Proses sorting kedua dilakukan untuk memisah antara material organik yang bisa dikomposkan dan material anorganik yang tidak bisa dikomposkan (uncompostable organic material). Contoh bahan organik yang tidak bisa dikomposkan adalah macam-macam arang yang terbentuk dari kayu dan bahan organik lain. Tipe conveyor belt yang kami gunakan adalah conveyor unit 2 play 7 mtr 3,7 kw cilo cap 3 ton 1 unit.







Gambar dari: http://www.geevor.com/index.php?object=226
3. Pencacahan
Sampah organik yang telah terkumpul dicacah dengan ukuran 3-4 cm. Pencacahan dilakukan untuk mempercepat proses pembusukan karena pencampuran dengan bahan baku yang lain seperti kotoran ternak dan aktivator (contoh orgadec, EM4 dan lain-lain) menjadi rata sehingga mikroorganisme akan bekerja serana efektif dalam proses fermentasi.
Pencacahan sampah organic menggunakan Shredding Machine dengan kapasitas 10.000 liter/jam, 6.000 liter senilai 2 ton.








Gambar dari: www.temesirecycling.org
4. Penyaringan (screening)
Maksud utama pengayakan adalah untuk memperoleh ukuran partikel yang diinginkan sesuai dengan kebutuhan untuk proses pengkomposan. Bahan yang belum memenuhi ukuran ideal untuk pengkomposan dikembalikan lagi ke mesin pencacah, sedangkan bahan yang memenuhi ukuran untuk pengkomposan dikirim ke proses selanjutnya menggunakan conveyor belt. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan ayakan drum berputar. Besarnya lubang ayakan disesuaikan dengan ukuran ideal untuk pengkomposan.









Gambar dari: http://www.gft-germany.de/gft/wertstoffsortieranlage.
5. Penampungan di Temporary Storage
Merupakan gudang yang digunakan untuk menyimpan sementara material yang akan dikomposkan. Penyimpanan ini dilakukan untuk menunggu proses pengkomposan di drum selesai satu tahap. Hal ini dilakukan karena volume material yang bisa dimasukkan ke composter terbatas. Dari Temporary Storage material dikirim ke Drum Composter dengan menggunakan conveyor belt yang dilengkapi detektor berat. Pemasangan alat detektor berat digunakan untuk mengetahui berat material yang akan dikomposkan yang aka digunakan untuk menentukan komposisi bahan tambahan di dalam Composter.











http://sampahpasarbunder.wordpress.com/2008/11/

BAB III
PROSES PENGOMPOSAN
Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen). Proses yang dijelaskan sebelumnya adalah proses aerobik, dimana mikroba menggunakan oksigen dalam proses dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga terjadi tanpa menggunakan oksigen yang disebut proses anaerobik.
Skema Proses Pengomposan Aerobik

Skema proses pengomposan
http://id.wikipedia.org/wiki/Kompos

Faktor-faktor yang memperngaruhi proses pengomposan antara lain:
Rasio C/N Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30: 1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein.
Ukuran Partikel Aktivitas mikroba berada diantara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.
Aerasi Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos.
Porositas Porositas adalah ruang diantara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total.
Kelembaban (Moisture content) Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen. Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40 - 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba.
Temperatur/suhu Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Temperatur yang berkisar antara 30 - 60oC menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat.
pH Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4.
Kandungan Hara Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan bisanya terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengomposan.
Kandungan Bahan Berbahaya Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan.
Lama pengomposan Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposakan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa penambahan aktivator pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun hingga kompos benar-benar matang.
(Isroi. 2008. KOMPOS. Makalah. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor.

Komposter

Gambar komposter tipe Rotary Klin 2000L
http://mastolindo.jeparaportal.com/582067/komposter-biophosko-rotary-klin-rke-1000-l.htm
Tipe komposter yang digunakan yaitu Rotary Klin 2000L berkapasitas 6 m3 atau setara dengan 2 ton sampah organic. Sederhana dan mudah dalam pengaplikasiannya, tinggal siapkan sampah organik sebanyak 6 m³ atau setara dengan berat 2 ton. Sampah harus dibuat ukuran kecil-kecil ( sekitar 10-15 mm) dengan cara dirajang atau menggunakan alat pencacah ( shreeder) menjadi seukuran dengan sampah dapur ( rumah tangga, hotel dan restoran) yakni 15 - 50 mm. Sampah, kemudian dimasukan ke dalam Komposter ( Rotary Klin) melalui pintu kearah reaktor. Di tempat lain, siapkan larutan mikroba sebagai aktivator dekomposisi- Green Phoskko® sebanyak 2 kg ( 1 permil dari bahan sampah sekitar 2 ton bahan baku kompos berupa sampah organik), juga tambahkan molases ( tetes tebu) atau gula pasir sekitar 50 sendok makan dan larutkan dalam air sebanyak 250 liter. Aduk hingga merata dan simpan 2-4 jam agar organic decomposer green phoskko ini terlarut secara merata dan bakteri didalamnya menjadi aktif dari tidur ( dorman) . Setelah diperkirakan terlarut, siramkan larutan Green Phoskko® decomposer - Activator Kompos- keatas tumpukan sampah organik dalam reaktor komposter. Kemudian campurkan penggembur ( bulking agent) Green Phoskko® sebanyak 60 kg ( 3 persen % dari bahan sampah 2 ton) dan hidupkan engine penggerak rotary yang tersedia- selama 15 menit akan mati dengan adanya timer otomatis.
Penggunaan motor rotary dari penggerak engine cukup selama 15 menit/ sekali sebanyak 5 kali per hari. Setelah 1 - 2 hari kemudian akan terjadi reaksi berupa panas, kisaran temperatur 30 sampai 50 derajat celcius.. Hingga hari ke 3 sampai ke 5, terjadi kenaikan suhu dengan tanda-tanda dalam drum panas ( hingga 70 derajat Celcius) serta keluarnya sedikit uap, dan lakukan lagi penggembosan udara dengan cara menghidupkan motor aerator ( exhaust fan) setiap kali dianggap memerlukan asupan oksigen atau suhu diatas 55 derajat celcius. Pada hari ke 5 sampai ke 7 jika diukur suhunya sudah dibawah 30 derajat C atau dianggap sudah dingin dan suhu normal, keluarkan bahan kompos dari dalam komposter.





BAB IV
POST TREATMENT COMPOSTING
1. Persiapan Bahan
Bahan baku utama pupuk organik granul adalah bahan organik, seperti: kompos atau pupuk kandang. Bahan perekat agar pupuk organik dapat dibuat granul. Bahan- bahan yang sering digunakan dalam pembuatan pupuk organik adalah seperti di bawah ini. Komposisi pupuk granul adalah 60% kompos dan 40% filler (terdiri antara lain, zeolit, kalsit, ada juga rock phosphate) [3]
1.1 Bahan organik Kompos
Kompos sering digunakan sebagai bahan baku utama dalam pembuatan pupuk organik. Kompos adalah bahan organik padat yang telah mengalami dekomposisi parsial. Salah satu parameter untuk melihat kematangan kompos adalah rasio C/N yang cukup rendah kurang lebih di bawah 25.
1.2 Perekat
Seperti namanya perekat berfungsi untuk merekatkan pupuk organik agar bisa menjadi granul. Beberapa bahan organik memiliki sifat lengket, jadi tidak perlu perekat dalam proses pembuatan granul. Tetapi umumnya bahan organik tidak bisa merekatkan diri sendiri, sehingga perlu perekat. Tanpa perekat biasanya pupuk organik tidak bisa dibuat granul. Bahan yang digunakan sebagai perekat adalah bahan organik: molasses.

Molases yang biasa digunakan sebagai perekat pupuk organik granul.
Pemilihan perekat yang digunakan tergantung banyak hal, diantaranya adalah pertimbangan biaya dan ketersediaan bahan perekat. Pilih bahan perekat yang paling murah dan banyak tersedia di sekitar Anda. Perekat ditambahkan dalam jumlah sedikit, kurang dari 10%.
1.3 Bahan tambahan
A. Fosfat alam
Fosfat alam merupakan salah satu pupuk fosfat alami karena berasal dari bahan tambang. Fosfat alam mengandung fosfat yang sangat bervariasi.Fosfat alam kaya akan kandungan fosfat. Fosfat alam import umumnya memiliki kandungan P2O5 yang cukup tinggi <25%. Fosfat alam yang bagus mengandung fosfat alam (P2O5) lebih dari 30%. Umumnya kandungan fosfat alam sangat rendah bahkan kurang dari 20%. Menghaluskan fofat alam bisa menggunakan hammer mill atau mesin penepung.[4] B. Dolomit Dolomit adalah salah satu sumber hara Mg yang juga alami. Dolomit mirip dengan fosfat alam dan sering ditemukan di tambang yang berdekatan. Dolomit yang digunakan memiliki kehalusan 80 – 100 mesh.[4] Dolomit kaya akan unsur Mg. Penambahan dolomite digunakan untuk meningkatkan kandungan Mg dalam pupuk organik. C. Kapur Pertanian (Kaptan) Kaptan adalah kapur yang biasa digunakan untuk pertanian. Penambahan kapur biasanya digunakan untuk meningkatkan Ph tanah, khususnya di tanah-tanah yang bereaksi masam. Kaptan dapat digunakan untuk meningkatkan pH pupuk organik, terutama jika bahan-bahannya bereaksi masam. Kaptan lebih sangat mirip dengan dolomit. Kaptan tidak memiliki hara makro. Penggunaan kaptan lebih banyak sebagai bahan pengisi dan untuk meningkatkan pH.[4] Kapur pertanian (kaptan) bahan tambahan untuk pupuk organik granul. D. Zeolit Zeolit tidak mengandung unsur hara yang penting untuk tanaman. Zeolit bukan merupakan sumber hara utama, tetapi zeolit memiliki sifat khusus yang dapat meningkatkan KTK (Kapasitas Tukar Kation) tanah. Peningkatan KTK tanah akan meningkatkan efisiensi penyerapan hara oleh tanaman.[4] 2. Pre Granul Process Bahan organik seperti kompos atau pupuk kandang tidak bisa langsung begitu saja dibuat granul. Bahan-bahan organik ini perlu diolah terlebih dahulu agar bisa dibuat granul. Tujuan mengolah bahan organik adalah memperkecil bahan hingga halus atau menjadi tepung. Persiapan bahan baku organik meliputi: pengeringan, penghalusan, dan pengayakan. 3.1 Dryer (Pengering) Kompos atau pupuk kandang yang baru jadi memiliki kandungan air yang sangat tinggi, kurang lebih 60%, dan sedikit lengket. Kompos yang masih basah tidak bisa dibuat tepung dan tidak bisa dibuat graul. Kompos ini perlu dikeringkan terlebih dahulu hingga kadar air kurang lebih 15%.[2] Dryer atau pengering berfungsi untuk mengeringkan granul yang masih basah. Tipe mesin pengering yang biasa digunakan adalah tipe putar atau rotary dryer. Bagian utama dari mesin ini adalah tabung yang bisa berputar. Di dalam tabung tersebut diberi screw untuk mendorong pupuk organik. Di bagian ujung tabung tersebut diberi burner. Mesin pengering berbahan bakar batubara. Kadar air setelah pengomposan < 15 %.[5] Satu Tungku burner ( bahan bakar sumber batu bara) kapasitas 2 Ton/ jam dan satu pengering ( rotary dryer) Kapasitas : 2 Ton per Jam[6] 3.2. Cyclone Cyclone berfungsi untuk membuat pembuangan gas hasil pengeringan menjadi aman. Alat yang digunakan adalah Cyclone Turbine Ventilator type L - 90 DF Kapasitas Hisap : 169,56 M³ / menit[7] 3.4. Crusher (Penghalus Kompos) Kompos yang telah kering selanjutnya dihaluskan dengan mesin penghalus kompos. Sekali lagi pastikan tidak ada kerikil atau logam yang terbawa masuk ke dalam mesin, karena akan merusak pisau mesin penghalus kompos. Tingkat kehalusan kompos yang diperlukan minimal 80 mesh. Biasanya dipilih 100 mesh. [4] Dengan mesin ini kompos benar-benar halus sekali. Namun demikian, masih ada sedikit yang ukurannya lebih dari 1 mm. Jumlahnya kira-kira 1 – 2 %. Bagian ini sebaiknya dihilangkan dengan cara diayak, karena bisa menjadi inti granul dan granulnya jadi besar-besar.[11 Mesin ini dibuatu khusus untuk menepungkan kompos/bahan organik. Mesin ini adalah tipe pencacah kering, jadi bahan yang dimasukkan harus kering dengan kadar air kurang lebih 15%. Kapasitas mesin adalah 10.000 liter/jam, dengan konversi 6.000 liter senilai 2 ton.[8] Mesin cacah khusus untuk menghaluskan kompos 3.5. Screening (Ayakan) Meskipun hasil pencacahan sudah sangat halus, bahan organik ini tetap perlu diayak. Potongan-potongan bahan organik yang berukuran besar seringkali ikut terbawa keluar. Bahan organik yang berukuran besar ini jika dibiarkan bisa menjadi inti granul, sehingga granulnya menjadi berukuran besar-besar. Pengayakan dilakukan dengan ayakan tertutup dengan ukuran ayakan yang sangat halus (di atas 40 - 60 mesh). Dengan mesin ini kompos benar-benar halus sekali. Namun demikian, masih ada sedikit yang ukurannya lebih dari 1 mm. Jumlahnya kira-kira 1 – 2 %. Bagian ini sebaiknya dihilangkan dengan cara diayak, karena bisa menjadi inti granul dan granulnya jadi besar-besar.[11] Kompos yang tidak lolos saringan dikembalikan lagi ke mesin penepung untuk dihaluskan kembali. Setelah pengeringan kemudian feeder conveyor belt akan membawa ke pengayakan untuk memisahkan pupuk granul organik hingga lolos mesh 60 sampai 100. [2] Ayakan digunakan untuk mengayak/mensortir butiran-butiran granul pupuk organik. Ukuran ayakan disesuaikan dengan kebutuhan. Umumnya granul dibuat dengan ukuran kurang lebih 3 – 5 mm. Dengan menggunakan ayakan ini granul yang berukuran besar dapat dipisahkan. Kapasitas mesin adalah 10.000 liter/jam, 6.000 liter senilai 2 ton.[8] 3. Proses Granulasi 5.1 Formula pupuk organik Secara umum pupuk organik dibuat dengan komposisi utama kompos/pupuk kandang, yaitu sebesar kurang lebih 60%. Selebihnya adalah bahan-bahan lain seperti: kaptan, arang sekam, kapur, dolomit, fosfat alam, atau zeolit. Berikut ini saya contohkan resep pupuk organik granul yang sederhana: Kompos/pupuk kandang 60% , 30% bahan tambahan, dan Zeolit 10% Bahan perekat yang digunakan adalah molases. Semua bahan harus berbentuk tepung kecuali molases. Semua bahan harus berbentuk tepung kecuali molases. Molases diencerkan dengan air dengan komposisi 5% molases + 95% air. Jadi setiap 1 liter molases diencerkan dengan 19 liter air. Campuran perekat diaduk hingga tercampur merata. Semprotkan larutan molases secara perlahan dan sedikit demi sedikit ke permukaan bahan. Usahakan agar molases tidak mengenai plat besi pan, karena akan membuat bahan menempel pada pan. Penyemprotan dilakukan terus sambil bahan diaduk-aduk agar molases tercampur lebih merata. Ketika ukuran granul sudah sebesar 3 – 5 mm, granul-granul ini harus segera dikeluarkan dari pan. Jika tidak, ukuran granul akan semakin membesar dan membesar.[10] Setelah semua bahan siap, langkah berikutnya adalah pembuatan granul. Yang perlu diperhatikan dalam langkah ini adalah penambahan air/perekat. Jumlahnya harus pas, tidak boleh berlebih atau terlalu sedikit. Di sinilah seni-nya membuat granul. Alat yang digunakan untuk granulasi adalah pan granulator. Alat ini berbentuk piringan yang berputar. Prinsip kerjanya sih masih sama dengan cara nampan di atas. Ukuran piringan bisa bermacam-macam. Cara kerjanya sama seperti yang telah disebutkan di atas. [4]. 3.6. Pan granulator Pan granulator adalah alat utama untuk pembuatan granul. Seperti namanya pan granulator berbentuk lingkaran datar dengan tingkat kemiringan tertentu. Dibagian pinggirnya diberi 'bibir' untuk menahan bahan baku agar tidak tumpah. Ukuran pan granulator bermacam-macam tergantung pada kapasitasnya. Pan granulator ukuran besar dengan diameter pan 3 m Jenis granulator yang digunakan adalah Motor Pan Granulator Ø 3000 mm. Biophoskko mesin granulator dengan kapasitas 1 ton / jam. Dua ( 2) unit parabola pembentuk granul ( pan granulator diameter 3 m) kaps 1 ( satu) ton/ jam.[6] 4. Pasca Granulasi 6.1 Pengeringan Granul Granul yang baru keluar dari pan granulator biasanya masih basah. Granul ini perlu dikeringkan hingga kadar air kurang lebih 10-15%. Pengeringan granul bisa dengan cara dijemur di bawah sinar matahari atau dengan menggunaka mesin pengering. Granul yang baru keluar dari pan granulator masih terlalu basah. Granul tersebut perlu dikeringkan hingga kadar airnya kurang dari 15%. Semakin kering semakin baik. Pengeringan granul bisa dilakukan dengan cara sederhana, yaitu dijemur di bawah sinar matahari atau menggunakan mesin pengering. Umumnya pengeringan granul dilakukan dengan mesin pengering, karena relatif lebih cepat dan tidak terlalu banyak mengkonsumsi bahan bakar. 6.2. Pengayakkan Granul Granul yang sudah kering selanjutnya diayak untuk mendapatkan ukuran granul yang seragam. Sama seperti langkah sebelumnya, pengayakan bisa menggunakan ayakan manual atau ayakan putar. Pengayakan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: granul ukuran sedang (3 – 5 mm), granul ukuran besar (>5 mm), dan granul ukuran kecil (< 3 mm). Granul yang dikemas adalah granul yang berukuran sedang ( 3 – 5 mm). Granul yang berukuran kecil dimasukkan kembali ke mesin penghancur untuk dihaluskan dan digunakan kembali sebagai bahan baku. Granul yang berukuran kecil digunakan sebagai inti granul pada saat granulasi menggunakan pan granulator.
3.6. Packaging (Pengemasan)
Granul yang berukuran seragam selanjutnya dimasukkan ke dalam karung atau kantung plastik dan kemudian ditimbang. Ukuran kemasan bermacam-macam tergantung kebutuhan konsumen. Ukuran yang biasa digunakan antara lain 5 kg, 40 kg, atau 50 kg. Kemasan disablon/dicetak dengan merek, nama produsen, komposisi, kandungan hara, cara pemakaian, dosis, masa kadaluwarsa, dan informasi lain yang diperlukan. Dan langkah terakhir, setelah sortir dan pengeringan adalah pengemasan pupuk organik granul. [2]
Peralatan yang digunakan untuk pengemasan antara lain adalah karung/kantong plastik, timbangan, mesin jahit karung atau sealer listrik. Pengemasan dilakukan dengan mesin. Pengemasan dapat menggunakan mesin dengan kapasita 10.000 liter/jam[8]


Pengemasan dengan mesin.



REFERENSI

[1]http://www.arsip.net/id/link.php?lh=UFcFAwAHBAJQ

[2] http://www.blogger.com/feeds/8146262287653074849/posts/default
[3]http://www.mailarchive.com/agromania@yahoogroups.com/msg31084.html
[4]http://aprilia-dewi.blogspot.com/2009/04/pupuk-granul-pupuk-organik-granul-pog.html
[5]http://organicricequeen.com/article/12625/membuat-pupuk-organik-granul.html
[6]http://kencanabandung.indonetwork.web.id/1167030/mesin-granulator-pupuk-organik.htm
[7]http://www.kaskus.us/showthread.php?t=3138119
[8] http://www.smecda.com/Files/infosmecda/misc/gambar_mesin.pdf
[9] http://luki2blog.wordpress.com/2009/03/25/pupuk-organik-granul/
[10]http://downloads.ziddu.com/downloadfiles/8130462/bukupupukorganikgranulisroi.pdf
[11] http://community.um.ac.id/showthread.php?74927-Praktek-Membuat-Pupuk-Organik-Granul