Friday, 15 July 2011

Abstrak Tesisku


WATER HYACINTH CAPSULES PREPARATION USING SODIUM ALGINATE AS ADSORBER OF METAL ION Cu (II) IN WASTEWATER  OF PRINTED BATIK INDUSTRY


Rosiana Indrawati1 , Panut Mulyono2 , Wahyu Wilopo3
Master of Engineering System, Engineering Faculty, Gadjah Mada University
Rosiana.Indrawati@gmail.com


ABSTRACT

Water hyacinth have potential ability to adsorb heavy metal in wastewater treatment. The objective of this research is to define the optimal condition of pH and initial concentration. To define the model isotherm adsorpsion appropriate and to find out correlation between adsorption time and effluent  concentration using column analysis.
The research conducted in batch and continuous method. The variables observed are the composition of Ca-Alg capsule, composition of water hyacinth (SEG) capsules, variation of pH and initial concentration of Cu. SEG capsule preparation conducted by mixing the Na-Alg by SEG in a variety of compositions, (4:1), (2,5:2,5): (3:2), and (2:3). Bioadsorption SEG capsules testing conducted by contacting the 3 grams of SEG capsules with 50 mL solution of Cu and then stirred for 30 minutes. pH variations performed at pH 4.6 and 8. Variation of the initial concentration of Cu experiments conducted by assigning the initial variation of Cu by 10, 25, 50, 75 and 100 mg / L
The results showed that the composition of Ca-Alg capsules are spherical obtained on the composition of 1% Na Alg and 1% CaCl2. SEG capsules with a ratio of 2:3 (2 g Na-Alg and 3 g SEG) has the largest adsorption capacity of 0.046 mg Cu/g capsule. The results of experimental data showed that the reaction can be represented by Freundlich adsorption equilibrium equation model with correlation coefficient value (R2) and the value of the maximum capacity of SEG capsules (q ยบ, GCU / gkapsul) are to 0.971 and 0.061. Acidity of the process that produces the maximum adsorption was at pH 8 and the initial concentration of Cu 100 mg / L capsule still can absorb the metal ions Cu2+. In the experiment with column adsorption, adsorbent have been exhausted at  12th hours where the value of Ct/Co is 98,4% and the effluent concentration is .of 9.836 mg / L with the adsorpsion ability is 0.092 mg Cu / g capsule.


Keyword : water hyacinth, sodium alginate, batik wastewater


1 Master of Engineering System, Engineering Faculty of Gadjah Mada University
2 Engineering Faculty of Gadjah Mada University, Yogyakarta
3 Engineering Faculty of Gadjah Mada University, Yogyakarta

alat pembangkit biogas


A.    TIPE ALAT PEMBANGKIT BIOGAS
Ada dua tipe alat pembangkit biogas atau digester, yaitu tipe terapung (floating type) dan tipe kubah tetap (fixed dome type).

1.  Tipe Terapung (Floating Type)
Tipe ini dikembangkan di India yang terdiri atas sumur pencerna dan di atasnya ditaruh drum terapung dari besi terbalik yang berfungsi untuk menampung gas yang dihasilkan oleh digester. Sumur dibangun dengan menggunakan bahan-bahan yang biasa digunakan untuk membuat fondasi rumah, seperti pasir, batu bata, dan semen. 

2. Tipe Kubah (Fixed Dome Type)
Tipe ini merupakan digester yang dibangun dengan menggali tanah kemudian dibuat bangunan dengan bata, pasir, dan semen yang berbentuk seperti rongga yang ketat udara dan berstruktur seperti kubah (bulatan setengah bola). Tipe ini dikembangkan di China sehingga disebut juga tipe kubah atau tipe China, penggunaannya meliputi untuk menggerakkan alat-alat pertanian dan untuk generator tenaga listrik. Terdapat dua macam tipe ukuran kecil untuk rumah tangga dengan volume 6-10 meter kubik dan tipe besar 60-180 meter kubik untuk kelompok.
Di dalam digester bakteri-bakteri methan mengolah limbah bio atau biomassa dan menghasilkan biogas methan. Dengan pipa yang didesain sedemikian rupa, gas tersebut dapat dialirkan ke kompor yang terletak di dapur. Gas tersebut dapat digunakan untuk keperluan memasak dan lain-lain. Biogas dihasilkan dengan mencampur limbah yang sebagian besar terdiri atas kotoran ternak dengan potongan-potongan kecil sisa-sisa tanaman, seperti jerami dan sebagainya, dengan air yang cukup banyak.
Untuk pertama kali dibutuhkan waktu lebih kurang dua minggu sampai satu bulan sebelum dihasilkan gas awal. Campuran tersebut selalu ditambah setiap hari dan sesekali diaduk, sedangkan yang sudah diolah dikeluarkan melalui saluran pengeluaran. Sisa dari limbah yang telah dicerna oleh bakteri methan atau bakteri biogas, yang disebut slurry atau lumpur, mempunyai kandungan hara yang sama dengan pupuk organik yang telah matang sebagaimana halnya kompos sehingga dapat langsung digunakan untuk memupuk tanaman, atau jika akan disimpan atau diperjualbelikan dapat dikeringkan di bawah sinar matahari sebelum dimasukkan ke dalam karung.
B.  Karakteristik Gas Metana (CH4)
Karakteristik gas methana antara lain :
-        Biogas kira-kira memiliki berat 20 persen lebih ringan dibandingkan udara dan memiliki suhu pembakaran antara 650 sampai 750oC.
-        Biogas tidak berbau dan berwarna yang apabila dibakar akan menghasilkan nyala api biru cerah seperti gas LPG.
-        Nilai kalor gas metana adalah 20 MJ/ m3 dengan efisiensi pembakaran 60 persen pada konvesional kompor biogas.

C.  BAKTERI METHANOGEN

Famili methanogen (bakteri metan) digolongkan menjadi 4 genus berdasarkan perbedaan-perbedaan sitologi.
Bakteri berbentuk batang:
(a)     Tidak berspora (metanobakterium)
(b)     Berspora (metanobacillus)

Bakteri berbentuk lonjong:
(1)     Sarcine (metanosarcina)
(2)     Tidak termasuk group sarcinal (metanococcus).

Bakteri metanogenik berkembang lambat dan sensitif terhadap perubahan mendadak pada kondisi-kondisi fisik dan kimiawi. Sebagai contoh, penurunan 2 oC secara mendadak pada slurry mungkin secara signifikan berpengaruh pada pertumbuhannya dan laju produksi gas (Langrange, 1979).

D. SIFAT-SIFAT INPUT

Rasio C/N
Hubungan antara jumlah Karbon dan Nitrogen yang terdapat pada bahan organik dinyatakan dalam terminologi rasio karbon/ nitrogen (C/N). Apabila rasio C/N sangat tinggi, Nitrogen akan dikonsumsi sangat cepat oleh bakteri metan sampai batas persyaratan protein dan tak lama bereaksi kearah kiri pada kandungan karbon pada bahan. Sebagai akibatnya produksi metan akan menjadi rendah. Sebaliknya, apabila rasio C/N sangat rendah, nitrogen akan bebas dan berakumulasi dalam bentuk amoniak (NH4), NH4 akan meningkatkan derajat pH bahan dalam pencerna. pH lebih tinggi dari
8,5 akan mulai menunjukkan akibat racun pada populasi bakteri metan.
Pengadukan dan konsistensi input
Sebelum dimasukkan kedalam digester, kotoran sapi dalam keadaan segar, dicampur dengan air dengan perbandingan 1:1 berdasarkan unit volume (air dan kotoran sapi dalam volume yang sama). Jika kotoran sapi dalam bentuk kering, jumlah air harus ditambah sampai kekentalan yang diinginkan (bervariasi antara 1:1,25 sampai 1:2).

Padatan tak stabil
Berat padatan organik terbakar habis pada suhu 538 0C didefinisikan sebagai padatan tak stabil. Potensi produksi biogas dari bahan-bahan organik dapat dikalkulasi berdasarkan kandungan padatan tak stabil. Semakin tinggi kandungan padatan tak stabil dalam satu unit volume dari kotoran sapi segar akan menghasilkan produksi gas yang lebih banyak.
E. FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA PENCERNAAN
(a) Nilai pH
Produksi biogas secara optimum dapat dicapai bila nilai pH dari campuran input didalam pencerna berada pada kisaran 6 dan 7. Pada tahap awal proses fermentasi, asam organik dalam jumlah besar diproduksi oleh bakteri pembentuk asam, pH dalam pencerna dapat mencapai dibawah 5. Keadaan ini cenderung menghentikan proses pencernaan atau proses fermentasi. Bakteri-bakteri metanogenik sangat peka terhadap pH dan tidak bertahan hidup dibawah pH 6,6.
Kemudian proses pencernaan berlangsung, konsentrasi NH4 bertambah pencernaan nitrogen dapat meningkatkan nilai pH diatas 8. Ketika produksi metana dalam kondisi stabil, kisaran nilai pH adalah 7,2 sampai 8,2.


(b) Suhu
Bakteri metanogen dalam keadaan tidak aktif pada kondisi suhu ekstrim tinggi maupun rendah. Suhu optimum yaitu 35 0C. Ketika suhu udara turun sampai 10 0C produksi gas menjadi berhenti. Produksi gas sangat bagus yaitu pada kisaran mesofilik, antara suhu 25 0C dan 30 0C. Penggunaan isolasi yang memadai pada pencerna membantu produksi gas khususnya di daerah dingin.

(c) Laju Pengumpanan
Laju pengumpanan adalah jumlah bahan yang diumpankan kedalam pencerna per unit kapasitas pencerna per hari. Pada umumnya, 6 kg kotoran sapi per m3 volume pencerna adalah direkomendasikan pada suatu jaringan pengolah kotoran sapi. Apabila terjadi pengumpanan yang berlebihan, terjadi akumulasi asam dan produksi metana akan terganggu. Sebaliknya bila pengumpanan kurang dari kapasitas pencerna, produksi gas juga menjadi rendah.

(d) Waktu tinggal dalam pencerna (digester)
Waktu tinggal dalam pencerna adalah rerata periode waktu saat input masih berada dalam pencerna dan proses pencernaan oleh bakteri metanogen. Dalam jaringan pencerna dengan kotoran sapi, waktu tinggal dihitung dengan pembagian volume total dari pencerna oleh volume input yang ditambah setiap hari. Waktu tinggal juga tergantung pada suhu, dan diatas 35 0C atau suhu lebih tinggi, waktu tinggal semakin singkat.

(e) Toxicity
Ion mineral, logam berat dan detergen adalah beberapa material racun yang mempengaruhi pertumbuhan normal bakteri patogen didalam reaktor pencerna. Ion mineral dalam jumlah kecil (sodium, potasium, kalsium, amonium dan belerang) juga merangsang pertumbuhan bakteri, namun bila ion-ion ini dalam konsentrasi yang tinggi akan berakibat meracuni.
Sebagai contoh, NH4 pada konsentrasi 50 hingga 200 mg/l merangsang pertumbuhan mikroba, namun bila konsentrasinya diatas 1500 mg/l akan mengakibatkan keracunan.
(f) Slurry
Slurry adalah residu dari input yang keluar dari lubang pengeluaran setelah mengalami proses fermentasi oleh bakteri metana dalam kondisi anaerobik didalam pencerna. Setelah ekstraksi biogas (energi), slurry keluar dari ruang pencerna sebagai produk samping dari sistem pencernaan secara aerobik. Kondisi ini, dapat dikatakan manur dalam keadaan stabil dan bebas pathogen serta dapat dipergunakan untuk memperbaiki kesuburan tanah dan meningkatkan produksi tanaman.





F.   PERTIMBANGAN-PERTIMBANGAN DESAIN
Faktor utama yang mempengaruhi pemilihan desain atau model instalasi biogas adalah sebagai berikut:
1.   Ekonomi.
Instalasi yang ideal harus semurah mungkin (dalam hal biaya produksi per unit volume biogas) baik bagi pengguna maupun masyarakat.
2.   Sederhana.
Desain harus sederhana tidak hanya dalam hal konstruksi tetapi juga untuk operasional dan perawatannya (O&M). Hal ini adalah merupakan pertimbangan penting khususnya untuk daerah pedesaan dimana kemampuan SDM dalam baca-tulis masih rendah dan tenaga kerja trampil masih jarang.
3.   Penggunaan bahan lokal.
Penggunaan bahan lokal harus memberikan nilai tambah pada konstruksi instalasi biogas.
4.   Keawetan (durability).
Konstruksi instalasi biogas memerlukan ketrampilan khusus dalam pembuatan agar lebih tahan lama meskipun hal ini memerlukan investasi awal yang lebih mahal.
5.   Sesuai dengan tipe input.
Desain harus sesuai dengan tipe input yang akan dipergunakan. Apabila bahan limbah tanaman seperti jerami padi, jerami jagung atau limbah pertanian yang sejenis dipergunakan, maka pengumpanan secara batch atau sistem tidak kontinyu harus dapat dipergunakan pada disain dengan pengumpanan kontinyu atau semikontinyu.
6.   Frekuensi penggunaan input dan output.
Pemilihan desain dan berbagai ukuran komponen juga tergantung pada berapa sering pengguna dapat memberikan umpan ke sistem dan menggunakan gas. Dua macam tipe bio-reaktor yang dikembangkan di India dan Cina dan Bio-reaktor tipe Aliran Continue yang populer di Indonesia.